Selasa, 30 Juni 2009

Proposal (Penerapan Model Inkuiri Un tuk Meningkatkan Pemahaman Siswa Pada Pelajaran IPA)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Sekolah Dasar (SD) 2006 salah satu program pengajarannya adalah mata pelajaran ilmu pengetahuan alam (IPA) atau SAINS.
Salah satu fungsinya adalah untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berfikir logis, analisis, sistematis, kritis, dan kreatif serta mampu bekerja sama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu bersabar, tidak pasti dan kompetitif.
Berdasarkan kurikulum tersebut bahwa dalam pembelajaran IPA untuk membekali dan melatih siswa dengan kemampuan berfikir logis, kritis, dan sistematis serta diciptakan pembelajaran IPA yang aktif, kreatif dan bermakna bagi siswa dengan memanfaatkan prasarana yang ada. Adapun salah satu standar kompetensi hubungan antara struktur bagian tumbuhan dengan fungsinya berdasarkan KTSP di kelas IV adalah tentang struktur dan fungsi bagian tumbuhan.
Dalam pelaksaannya untuk mencapai tujuan pembelajaran IPA dan kompetensi – kompetensinya yang harus dikuasai siswa tersebut, diperlukan satu model pembelajaran yang dapat membelajarkan siswa secara aktif, kreatif dan menyenangkan sesuai dengan tahap perkembangan siswa, sehingga dengan model pembelajaran seperti itu diharapkan dapat diperoleh hasil pembelajaran yang bermakna bagi siswa.
Pembelajaran dikatakan bermakna bagi siswa jika siswa dapat memahami dan mengerti konsep – konsep yang sedang dipelajarinya ke dalam situasi apapun sesuai dengan pendapat Suparno (Herumen, 2007 : 5) tentang belajar bermakna yaitu “…Kegiatan siswa menghubungkan atau mengkaitkan informasi itu pada pengetahuan berupa konsep – konsep yang telah dimilikinya”
Sebagaimana teori J.S Bruner mengatakan bahwa membagi proses belajar anak dalam tiga tahapan, yaitu :
a. Tahapan kegiatan (Enaktive)
Pada tahap ini, anak belajar konsep melalui benda riil atau mengalami peristiwa di sekitarnya. Anak daalam belajar masih menggunakan cara gerak reflek, coba – coba, dan belum harmonis. Ia melakukan manipulasi benda – benda dengan cara menyusun, menjejerkan, mengotak – atik atau gerak lain bersifat coba – coba.
b. Tahap Gambar Bayangan (Iconic)
Pada tahap ini, anak telah dapat mengubah, menandai dan menyimpan peristiwa atau benda riil dalam bentuk baying mental dibenaknya.
c. Tahap Simbolik (Symbolic)
Pada tahap terakhir anak dapat menyatakan bayangan mentalnya dalam bentuk symbol dan bahasa, sehingga mereka sudah memahami simbol – symbol dan menjelaskan dengan bahasanya (Subarinah, 2006 : 4)
Jean Piaget menyatakan teorinya tentang perkembangan mental anak, dalam teorinya tahap berfikir anak dibagi menjadi 4, yaitu :
a. Tahap sensorik motorik (usia kurang dari 2 tahun)
b. Tahap peta operasi (usia antara 2 sampai 7 tahun)
c. Tahap operasi konkret (usia antara 7 sampai 11 tahun)
d. Tahap operasi formal (usia 11 sampai ke atas)
(Subarinah, 2006 : 2-3)
Jadi, siswa SD di Indonesia pada umumnya berusia 7 – 12 tahun, sehingga terletak pada tahap opersi kongkret. Oleh karenanya sebaiknya pembelajaran IPA di SD di buat kongkret.
Berdasarkan pendapat dan teori para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dapat bermakna bagi siswa jika siswa melibatkan secara aktif sebagai subjek pembelajaran, siswa mengalami apa yang dipelajarinya sehingga menemukan sendiri konsep – konsep yang dipelajarinya, dan siswa membangun pengetahuannya berdasarkan pengalaman yang dimilikinya. Selain itu, materi pelajaran yang sesuai dengan perkembangan anak dan memanfaatkan media serta sumber belajar yang mendukung sangat diperlukan untuk penanaman pemahaman dan penguasaan konsep yang dipelajarinya
Dari hasil observasi di lapangan menunjukkan bahwa siswa kelas IV SDN Kepunduan Kecamatan Dukupuntang Kabupaten Cirebon belum mampu menguasai pelajaran IPA pada materi pembelajaran struktur dan fungsi bagian – bagian tumbuhan.
Penyebab ketidakberhasilan siswa tersebut dikarenakan dalam proses pembelajaran guru hanya berceramah, guru lebih dominant menjelaskan materi sehingga siswa tidak banyak terlibat aktif. Buku paket IPA adalah salah satu sumber. Materi pelajaran yang dipelajari hanya informasi dari guru yang bersifat hafalan tanpa siswa mengerti prosesnya bagaimana memperoleh pemahaman tentang materi pelajaran tersebut.
Dengan kondisi seperti itulah maka dipandang perlu untuk mengadakan pembaharuan dalam pembelajaran untuk mengatasi permasalahan di atas setelah menganalisis faktor penyebab dari kurang keberhasilan siswa tersebut.
Dalam melaksanakan tugasnya secara profesional, guru memerlukan wawasan yang mantap dan utuh tentang kegiatan belajar – mengajar. Seorang guru harus memiliki gambaran secara menyeluruh mengenai bagaimana proses belajar – mengajar itu terjadi serta langkah – langkah apa yang diperlukan sehingga tugas – tugas keguruannya bisa dilakukan dengan baik dan memperoleh hasil sesuai tujuan yang diharapkan.
Salah satu wawasan yang perlu dimiliki guru adalah strategi belajar mengajar yaitu garis besar haluan bertindak dalam rangka mencapai sasaran yang telah digariskan. Dengan strategi tersebut, guru mempunyai pedoman berkenaan dengan berbagai alternatif pilihan yang mungkin, dapat, atau harus ditempuh supaya kegiatan belajar – mengajar itu berlangsung secara teratur, sistematis, terarah, lancar dan efektif.
Menurut Tabrani Rusyan dkk, terdapat berbagai masalah sehubungan dengan strategi belajar – mengajar yang diantaranya adalah memilih sistem belajar mengajar dimana didalamnya terdapat model pembelajaran ”INKUIRI”
Dengan model pembelajaran inkuiri ini yang diharapkan akan mampu meningkatkan hasil belajar siswa pada materi pembelajaran struktur dan fungsi bagian – bagian tumbuhan.
Model pembelajaran inkuiri merupakan model pembelajaran yang menganut prinsip pengetahuan yang ada dalam diri siswa diupayakan diperoleh dari proses menemukan, bukan diberi oleh guru atau siswa menghafal fakta – fakta sehingga pengetahuan yang diperoleh siswa dari proses menemukan dan bermakna akan bertahan lebih lama bahkan membekas dalam ingatan siswa.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis mencoba merumuskan masalah ;
a. Bagaimana gambaran penerapan model inkuiri dalam pelajaran IPA pada materi pembelajaran struktur dan fungsi bagian – bagian tumbuhan?
b. Bagaimana keberhasilan penerapan model inkuiri dalam pelajaran IPA pada materi pembelajaran struktur dan fungsi bagian – bagian tumbuhan?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian dalam penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui gambaran penerapan model inkuiri dalam pelajaran IPA pada materi pembelajaran struktur dan fungsi bagian – bagian tumbuhan
b. Untuk mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan penerapan model inkuiri dalam pelajaran IPA pada materi pembelajaran struktur dan fungsi bagian – bagian tumbuhan

D. Batasan Istilah
Untuk mempelajari bahasan penelitian ini, peneliti melakukan batasan istilah yang berkaitan dengan judul, yaitu :
1. Model pembelajaran inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berfikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan (Sanjaya,2006:194)
2. Pada umumnya tumbuhan terdiri atas ; akar, batang, dan daun. Namun, ada pula tumbuhan yang memiliki bunga dan buah.

E. Manfaat Penelitian
Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Dengan model pembelajaran inkuiri dapat melatih siswa dalam menemukan suatu pelajaran IPA pada materi pembelajaran struktur dan fungsi bagian – bagian tumbuhan, sehingga pembelajaran tersebut akan tertanam dengan baik pada benak siswa, karena pembelajaran yang dilakukan bermakna bagi mereka.
2. Dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri dapat memberikan masukan khususnya bagi peneliti umumnya kepada guru tentang alternatif dalam pelajaran IPA pada materi pembelajaran struktur dan fungsi bagian – bagian tumbuhan
3. Melahirkan kreatifitas dalam model pembelajaran yang lebih variatif melalui penerapan model inkuiri, karenanya dalam pelajaran IPA pada materi pembelajaran struktur dan fungsi bagian – bagian tumbuhan menggunakan model inkuiri, juga dapat diterapkan dalam pembelajaran mata pelajaran lainnya.
4. Dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam usaha untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas praktek pembelajaran.

F. Kerangka Pikiran
Belajar selalu berkenaan dengan perubahan – perubahan pada diri seseorang yang belajar, apakah itu mengarah kepada yang lebih baik atau kurang baik, direncanakan atau tidak. Hal ini terkait dalam belajar yang berbentuk interaksi dengan orang lain atau lingkungan. S. Nana (1997 : 155).
Pembelajaran aktif adalah suatu pembelajaran yang mengajak siswa untuk secara aktif dimana dengan belajar ini, siswa diajak untuk turut serta dalam semua proses pembelajaran, tidak hanya mental tapi juga fisik. Zaini Hisyam (2003 : 11 – 13)
Prestasi merupakan hasil yang diperoleh setelah melakukan suatu pekerjaan, sedangkan belajar adalah proses yang ditandai adanya perubahan pada diri seseorang. Dengan demikian pemahaman siswa terhadap pelajaran ilmu pengetahuan alam (IPA) akan baik, jika adanya kerja keras dari siwa itu sendiri dalam mengkaji dan memahami materi pelajaran yang juga dibantu factor lain seperti pemberian metode – metode yang menjadikan siswa tersebut mempunyai keinginan untuk meningkatkan belajar dan tercapainya suatu pembelajaran yaitu meningkatkan pemahaman siswa tehadap matari pembelajaran. Lebih jelasnya ditulis dalam bagan sebai berikut :




























Dengan melihat bagan di atas ini menunjukkan adanya suatu komparasi antara sebelum dan sesudah menggunakan model pembelajaran inkuiri, hal ini merupakan aktifitas yang melibatkan guru dan anak didik yang terjadi di kelas, maka dari itu seorang pendidik ( guru) dalam hal ini mencoba menerapkan model inkuiri sebagai pembelajaran aktif guna mengembangkan pemikiran siswa dalam mengungkap materi struktur dan fungsi bagian – bagian tumbuhan dalam meningkatkan pemahaman siswa.

G. Hipotesis
Hipotesis berasal dari dua penggalan kata, yaitu “hypo” yang artinya “di bawah” dan “thesa” yang artinya “kebenaran”. Jadi hipotesis sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti, sampai data terkumpul. (Prof. Dr. Suharsimi Arikunto : 2006 : 71). Hipotesis juga dapat diartikan sebagai jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang secara teoritis dianggap paling mungkin tinggi tingkat kebenarannya. (S. Margono : 1997 : 68).
Berkenaan dengan itu, penulis mengambil hipotesis alternatif dan hipotesis nihilnya, sebagai berikut :
Ho = Tidak terdapat perbedaan peningkatan pemahaman siswa antara sebelum dan sesudah menggunakan model pembelajaran inkuiri
Ha = Terdapat perbedaan peningkatan pemahaman siswa antara sebelum dan sesudah menggunakan model pembelajaran inkuiri



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian model inkuiri
Pada hakekatnya inkuiri merupakan model pembelajaran yang menganut prinsip pengetahuan yang ada dalam diri siswa diupayakan diperoleh dari proses menemukan, bukan diberi oleh guru atau siswa menghafal fakta – fakta sehingga pengetahuan yang diperoleh siswa dari proses menemukan dan bermakna akan bertahan lebih lama bahkan membekas dalam ingatan siswa.
Sedangkan menurut Piaget mendefinisikan model inkuiri adalah sebagai pembelajaran yang mempersiapkan situasi bagi anak untuk melakukan sendiri, dalam arti luas ingin melihat apa yang terjadi, ingin melakukan sesuatu, ingin menggunakan simbol – simbol dan mencari jawaban atas pertanyaan sendiri, menghubungkan penemuan yang satu dengan penemuan yang lain, membandingkan apa yang ditemukan orang lain.

B. Ruang lingkup Model inkuiri
a. Ciri utama model pembelajaran inkuiri, yaitu :
1. Inkuiri menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan, artinya model inkuiri menempatkan siswa sebagai subjek belajar
2. Seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari suatu yang dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri (Self Belief). Dengan demikian model pembelajaran inkuiri menempatkan Guru bukan sebagai sumber belajar, akan tetapi sebagai fasilitator dan motivator belajar siswa.
3. Dapat mengembangkan kemampuan berfikir secara sistematis,logis dan kritis, atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental. (sanjaya, 2006 : 194-195).
b. Kekuatan metode inkuiri, yaitu :
1. Menekankan kepada proses pengolahan informasi oleh peserta didik sendiri,
2. Membuat konsep sendiri peserta didik bertambah dengan penemuan – penemuan yang diperolehnya,
3. Memiliki kemungkinan besar untuk memperbaiki dan memperluas persediaan dan penguasaan keterampilan dalam proses kognitif peserta didik,
4. Penemuan – penemuan yang diperoleh peserta didik dapat menjadi kepemilikannya dan sangat sulit melupakannya,
5. Tidak menjadikan guru sebagai satu – satunya sumber belajar, karena peserta didik belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar. (Sanjaya,2006)
c. Langkah – langkah yang ditempuh dalam pembelajaran inkuiri adalah :
1. Observasi (observation)
2. Bertanya (questioning)
3. Mengajukan dugaan (hipotesis)
4. Pengumpulan data (data gathering)
5. Penyimpulan (conclussioning)
(Nurhadi, 2002 : 12)
d. Kelebihan – kelebihan dari pembelajaran inkuiri adalah :
1. Strategi pembelajaran inkuiri merupakan pembelajaran yang menekankan kepada pengembangan aspek kognitif, efektif, dan psikomotor secara seimbang, sehingga pembelajaran melalui strategi ini dianggap lebih bermakna.
2. Strategi pembelajaran inkuiri memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belajar mereka.
3. Strategi pembelajaran inkuiri merupakan strategi yang dianggap sesuai dengan perkembangan psikologi belajar modern yang menganggap belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman.
4. Keuntungan lain adalah strategi pembelajaran inkuiri dapat melayani kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan di atas rata – rata. Artinya siswa yang memiliki kemampuan belajar bagus tidak akan terhambat oleh siswa yang lemah dalam belajar.
5. Tidak menjadikan guru sebagai satu – satunya sunber belajar, karena peserta didik belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar.
(Sanjaya, 2006 : 206)

C. Metode inkuiri dan pemahaman siswa
Dalam permasalahan yang timbul berkait dengan kemampuan pemahaman dan kemampuan siswa dalam memahami pelajaran IPA pada materi pembelajaran struktur dan fungsi bagian- bagian tumbuhan di kelas IV maka dibutuhkan suatu rancangan pembelajaran yang berkualitas yang dapat mengatasi masalah tersebut.
Dengan berlandaskan kekuatan model inkuiri diatas tersebut, maka untuk mengatasi masalah kemampuan pemahaman dan kemampuan siswa dalam memahami suatu materi pembelajaran digunakan model inkuiri, karena selama ini siswa hanya mendengarkan ceramah dari gurunya tanpa mengetahui langsung struktur dan fungsi bagian – bagian tumbuhan sehingga pembelajaran kurang bermakna.
Secara garis besar langkah – langkah pembelajaran inkuiri adalah :
- Merumuskan masalah
- Mengajukam hipotesis
- Mengumpulkan data
- Menguji hipotesis berdasarkan data yang ditemukan
- Membuat kesimpulan.
(Dimyati, 1991 :-)
Penulis mengacu pada langkah – langkah pembelajaran inkuiri ini untuk menyelesaikan permasalahan. Selain itu juga tugas dan peran guru dalam pembelajaran inkuiri adalah sebagai pembimbing jalannya proses pembelajaran yakni dengan memberikan pertanyaan – pertanyaan (bimbingan) yang menuntut kepada proses berfikir siswa untuk menemukan jawaban seperti yang dikemukakan oleh Sanjaya (2006 : 198).
“Peran guru dalam menggunakan model inkuiri adalah sebagai penanya”. Kemampuan guru untuk bertanya dalam setiap langkah inkuiri sangat diperlukan sehingga kemampuan siswa untuk menjawab pertanyaan dari guru sudah merupakan sebagian dari proses berfikir untuk memecahkan masalah.
Berdasarkan langkah teori yang dikemukakan oleh Sanjaya, Dimyati dalam pembelajaran model inkuiri dapat dijadikan landasan dalam melaksanakan praktek pembelajaran di kelas. Dalam hal ini penulis akan mengembangkan teori tersebut yang diuraikan sebagai berikut :
a. Tahap Perencanaan
Dalam tahap persiapan guru dan siswa telah mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk tahap pelaksanaan. Guru mempersiapkan yang harus dilakukan adalah mempersiapkan : Ranpel atau RPP, materi pelajaran, lembar kerja siswa, media pelajaran, mempersiapkan lembar penilaian untuk siswa. Sedangkan siswa mempersiapkan alat dan bahan untuk praktek seperti membawa tumbuh – tumbuhan.
b. Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan merupakan penerapan dari langkah – langkah kegiatan model inkuiri, langkah – langkah tersebut dapat dikembangkan menjadi langkah – langkah pembelajaran atau scenario pembelajaran yang dituangkan dalam RPP.
Dengan berlandaskan model inkuiri, kegiatan pembelajaran meliputi langkah – langkah sebagai berikut :
1. Guru terlebih dahulu menginformasikan kepada siswa topik, tujuan, dan hasil pembelajaran yang akan dicapai
2. Guru menugaskan siswa secara berkelompok dan setiap kelompok mempunyai tugas yang berbeda – beda
3. Setiap kelompok menerima LKS dan melakukan tugas sesuai petunjuk LKS dan dikerjakan bersama kelompok masing – masing
4. Siswa melaksanakan tugas kelompoknya, kelompok I mengamati bagian akar dari tumbuhan dan dapat menemukan fungsi – fungsinya.
5. Kelompok II mengamati bagian batang dari tumbuhan dan dapat menemukan funsi – fungsinya.
6. Kelompok III mengamati bagian daun dari tumbuhan dan dapat menemukan fungsi – fungsinya
7. Kelompok IV mengamati bagian lain dari tumbuhan dan dapat menemukan fungsi – fungsinya
8. Guru merangsang supaya siswa fokus untuk memecahkan masalahnya yaitu guru memberikan permasalahan yang berkaitan dengan struktur dan fungsi bagian – bagian tumbuhan
9. Siswa diajak untuk mencari jawaban dari permasalan
10. Dari hasil kerja kelompoknya kemudian mengumpulkan data – data tentang struktur dan fungsi bagian – bagian tumbuhan
11. Siswa dari tiap – tiap kelompok perwakilan untuk ke depan kelas untuk menjelaskan apa yang sudah didapat dari hasil kerja kelompoknya dan memberi kesempatan pada kelompok lain untuk bertanya
12. Siswa dengan bimbingan guru merumuskan kesimpulan dari kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan
c. Tahap Evaluasi
Evaluasi yang dilaksakan ketika proses kegiatan pembelajaran dan tes akhir atau pos test. Dalam penilaian proses dengan menggunakan instrument format observasi, sedangkan pada penilaian akhir digunakan tes berupa soal – soal struktur dan fungsi bagian – bagian tumbuhan.
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut : “jika pembelajaran dalam materi struktur dan fungsi bagian – bagian tumbuhan menggunakan model inkuiri, maka kemampuan siswa dalam memahami nateri tersebut di kelas IV SDN Kepunduan akan meningkat.
D. Materi pembelajaran Struktur dan fungsi bagian – bagian tumbuhan
Mahluk hidup memiliki cicr – ciri seperti dapat bernafas, bergerak, tumbuh, berkembangbiak dan memerlukan makan. Seperti mahluk hidup yang lain, tumbuhan juga memiliki bagian – bagian yaitu akar, batang, daun dan bagian yang lainnya yaitu bunga, buah dan biji. Setiap bagian dati tumbuhan tersebut mempunyai fungsi – fungsi tertentu. Fungsi bagian – bagian tumbuhanberkaitan dengan kegiatan bernafas, bergerak, tumbuh, berkembangbiak dan makan.
Tiga pokok bagian dalam tubuh tumbuhan adalah akar, batang dan daun. Bagian lain pada tumbuhan dapat dianggap sebagai bagian pokok yang telah berubah. Bunga dianggap perubahan dari batang dan daun.
Adapun bagian – bagian dari tumbuhan itu adalah :
1. Akar
a. Struktur akar
Akar pada umumnya, terletak di dalam tanah, warnanya tidak hijau biasanya keputih – putihan atau kekunig – kunungan. Bentuk akar sebagian meruncing pada ujungnya yang berguna untuk memudahkan akar menembus tanah.
Akar terdiri dari beberapa bagian, diantaranya rambut akar (bulu akar) dan tudung akar. Rambut akar merupakan jalan masuk air dan zat hara dari tanah ke tumbuhan. Tudung akar berfungsi melindungi akar saat menembus tanah.
Ada dua jenis akar, yaitu akar serabut dan akar tunggang. Akar serabut berbentuk seperti serabut. Bagian ujung dan pangkal akar berukuran hamper sama besar. Semua bagian akar keluar dari pangkal batang. Akar serabut jaga bercabang – cabang. Akan tetapi, ukuran percabangannya tidak terlalu berbeda. Akar serabut dimiliki oleh tumbuhan biji berkeping satu (monokotil), misalnya jagung, padi dan tebu. Akar tunggang memiliki akar pokok. Akar pokok bercabang – cabang menjadi bagian akar yang lebih kecil. Perbedaan ukuran antara bagian akar pokok dan akar cabang nyata. Akar tunggang dimiliki oleh tumbuhan berkeping dua (dikotil), misalnya mangga, jambu dan kacang – kacangan. Akan tetapi, tumbuhan dikotil tidak berakar tunggang jika ditanam dengan cara cangkok atau disetek. Tumbuhan yang dicangkok atau disetek menjadi berakar serabut.
Akar serabut memiliki kesamaan dengan akar tunggang yaitu kedua jenis akar ini dapat bercabang – cabang. Tujuan percabangan akar untuk memperluas bidang penyerapan di dalam tanah. Percabangan akar juga memperkuat berdirinya batang.
Macam - macam akar antara lain :
- Akar gantung
- Akar pelekat
- Akar tunjang
- Akar napas
b. Kegunaan akar bagi tumbuhan
Akar berguna untuk menyerap air dan zat hara, memperkokoh tumbuhan, serta menjadi alat pernafasan. Akar menyerap air dan zat hara dari tanah, akar yang tertancap di dalam tanah berfungsi sebagai pondasi, membuat tumbuhan dapat berpijak kuat di tanah. Dengan begitu tumbuhan dapat bertahan dari terjangan air atau angin. Akar berguna sebagai alat pernafasan tumbuhan. Pada permukaan akar terdapat pori – pori. Melalui pori – pori tersebut udara di dalam tanah terserap ke dalam tumbuhan.
2. Batang
Batang merupakan bagian tumbuhan yang amat penting, dapat diumpamakan sebagai sumbu tubuh tumbuhan.
a Jenis batang
- Batang basah, memiliki batang yang lunak dan berair seperti bayam.
- Batang berkayu, mempunyai kambium. Kambium adalah bagian di dalam batang yang hanya dimiliki tumbuhan batang kayu. Pertumbuhan kambium mengalami dua arah yaitu kearah luar membentuk kulit dan kearah dalam membentuk kayu. Tumbuhan yang berkambium seperti pohon jati, nangka, mangga.
- Batang berumput, mempunyai ruas – ruas yang nyata dan sering berongga, misalnya padi dan rumput - rumputan
b Kegunaan batang
- Batang berguna sebagai pengangkut zat hara dan air dari akar ke daun, batang juga mengangkut makanan dari daun ke bagian tumbuhan yang lainnya.
- Batang sebagai penopang yang tujuannya agar tumbuhan mudah mendapat sinar matahari.
- Pada beberapa tumbuhan, batang berguna sebagai tempat penyimpanan cadangan makanan, seperti pada tebu, kentang dan sagu.
3. Daun
Daun merupakan bagian tumbuhan yang hanya tumbuh dari batang dan berwarna hijau, disebabkan adanya klorofil yaitu zat hijau daun.
a. Bentuk susunan tulang daun antara lain :
- Tulang daun menyirip
- Tulang daun menjari
- Tulang daun melengkung
- Tulang daun sejajar
b. Kegunaan Daun bagi tumbuhan antara lain :
- Sebagai tempat pemasakan makanan atau fotosintesis
- Sebagai alat pernafasan
- Sebagai tempat berlangsungnya proses penguapan
4. Bagian lain tumbuhan
a. Bunga
Bunga sempurna tersusun atas beberapa bagian, yaitu tangkai, dasar bunga, kelopak, mahkota, benang sari dan putik. Tangkai bunga menghubungkan bunga dengan batang, pangkal tangkai bunga agak membesar yang merupakan dasar bunga.
Kegunaan bunga bagi tumbuhan adalah :
- Bunga mempercantik tumbuhan
- Bunga menjadi tempat perkembangbiakan tumbuhan
b. Buah dan biji
Buah dan biji merupakan bagian hasil dari perubahan bunga. Perubahan terjadi dalam proses perkembangbiakan atau proses memperbanyak dirinya.
Kegunaan buah dan biji bagi tumbuh adalah melindungi bakal tumbuhan baru (biji) dari pengaruh buruk dari luar.



BAB III
METODE PENELITIAN


A. Tempat Penelitian
Tempat yang akan dijadikan tempat penelitian adalah SDN Kepunduan kecamatan Dukupuntang kabupaten Cirebon.

B. Langkah – langkah Penelitian
1. Sumber data
Sumber data dalam penelitian ini adalah kelas IV, Kepala Sekolah, dan guru – guru SDN Kepunduan.
2. Populasi dan Sampel
a. Populasi
Menurut Prof. Dr. Suharsimi Arikunto (2006:130) yang dimaksud populasi adalah keseluruhan subjek penelitian.
Nurul zuhriah (2006) menyatakan, “populasi adalah seluruh data yang menjadi perhatian peneliti dalam suatu ruang lingkup dan waktu yang ditentukan.”
Adapun populasi dalam penelitian ini adalah satu kelas siswa kelas IV SDN Kepunduan dengan jumlah 40 orang, yang memeiliki karakteristik yang berbeda – beda.
b. Sampel
Menurut Prof. Dr. Suharsimi Arikunto (2006:131) yang dimaksud sempel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti.
Nurul zuriah (2006) mengatakan, ”sampel merupakan bagian dari populasi.”
Seluruh populasi dianggap semua dan mempunyai kesempatan yang sama pula untuk dijadikan sampel dari penelitian. Pengambilan sampel dari penelitian ini adalah satu kelas siswa kelas IV SDN Kepunduan dengan jumlah 40 orang siswa, yang terdiri dari siswa laki- laki dan siswa perempuan.
3. Tehnik pengumpulan data pada penelitian ini adalah :
a. Intervieu, yaitu dengan cara menanyakan pada guru dan siswa yang bersangkutan tentang kesulitan dan hambatan yang dihadapi selama proses pembelajaran ilmu pengetahuan alam (IPA) tersebut
b. Tes hasil belajar, untuk mengetahui tingkat ketercapaian dan keberhasilan belajar siswa baik sebelum dan sesudah tindakan dilakukan, yaitu dengan cara membandingkan nilai yang diperoleh
c. Dokumentasi, yaitu dengan mengumpulkan data yang sudah ada dari sekolah yang menjadi objek penelitian
4. Tehnik analisis data
Dalam penelitian ini merujuk pada pendapat Hopkins (Wiraatmadja, 2005 : 169-171) antara lain :
a. Memberi chek, memeriksa kembali keterangan – keterangan atau informasi yang diperoleh selama observasi atau wawancara yang dilakukan dengan cara mengkonfirmasikan dengan guru dan siswa melalui diskusi pada akhir pelajaran
b. Triangulasi, yaitu memeriksa kebenaran data yang diperoleh peneliti secara kolaboratif
c. Audi trail, yaitu mengecek kebenaran prosedur dan metode pengumpulan data dengan cara mendiskusikan dengan bimbingan
d. Expert opinion, yaitu pengecekan terakhir terhadap kesahihan temuan peneliti kepada pakar professional, dalam hal ini penulia mengkonsoltasikan temuan kepada pembimbing atau dosen







DAFTAR PUSTAKA

Suharsimi Arikunto,H., Prof.Dr., Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Rineka Cipta, 2006.

Sanjaya, Wina, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta, Kencana, 2006.

Sanjaya, Wina, Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, Jakarta, Kencana, 2006.

Wiraatmadja, Rochianti, Metode Penelitian Tindakan Kelas, Bandung, Remaja Rosda Karya, 2006.

Heruman. 2007. Model Pembelajaran doi Sekolah Dasar. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Muhibbin Syah, M.Ed. 1995. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan baru. Bandung : Remaja Rosdakarya

Desmita. 2007. Psikologi Perkembangan. Bandung : Remaja Rosdakarya

Subana. 2000. Statistik Pendidikan. Bandung : Pustaka Setia.

Departemen Pendidikan Nasional. 2000. Permen No. 22 Tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan dasar dan Menengah di Sekolah Dasar. Bandung : Remaja Rosdakarya.



PENERAPAN MODEL INKUIRI DALAM MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA PADA PELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PADA MATERI PEMBELAJARAN STRUKTUR DAN FUNGSI BAGIAN-BAGIAN TUMBUHAN

PROPOSAL

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana
Jurusan Tarbiyah Biologi






Oleh
ERNI WAHYUNI
505470076

Jurusan Tarbiyah Biologi

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
CIRELBON
2009

3 Tanggapan ke “TEKNIK-TEKNIK MEMAHAMI PERKEMBANGAN ANAK”

Judul: Asesmen dalam Pembelajaran Sains SD
Bahan ini cocok untuk Sekolah Dasar bagian Mohon Pilih.
Nama & E-mail (Penulis): Edi Hendri Mulyana
Saya Dosen di PGSD UPI Kampus Tasikmalaya
Topik: Penilaian Alternatif
Tanggal: 09 April 2005


ASEMEN DALAM PEMBELAJARAN SAINS SD
Edi Hendri Mulyana - Dosen PGSD UPI Kampus Tasikmalaya

Pendahuluan

Indikator utama yang digunakan untuk menilai kualitas pembelajaran dan kelulusan siswa dari suatu lembaga pendidikan, sering didasarkan pada hasil belajar siswa yang tertera pada nilai tes hasil belajar (THB) atau Nilai EBTANAS Murni (NEM). Dampak dari pandangan tersebut yang diperkuat dengan bentuk tes yang digunakan, mendorong guru berlomba-lomba mentrasfer materi pelajaran sebanyak-banyak-nya untuk mempersiapkan anak didik dalam mengikuti THB atau Ebtanas. Akibatnya seperti yang dikemukakan oleh A. Malik Fajar dalam harian Kompas (Mei 1994:4) bahwa yang terjadi kemudian adalah anak didik dipaksa untuk melahap informasi yang disampaikan tanpa diberi peluang sedikit pun untuk melaksanakan refleksi secara kritis. Dalam hal ini anak didik hanya dituntut untuk belajar dengan cara menghapal semua informasi yang telah disampaikan oleh guru.

Dari hasil pengamatan di lapangan (terutama terhadap pembelajaran Sains di Sekolah Dasar), proses penilaian yang dilakukan selama ini semata-mata hanya menekankan pada penguasaan konsep yang dijaring dengan tes tu;is obyektif dan subyektif sebagai alat ukurnya. Hal ini didukung oleh penelitian Nuryani, dkk (1992:8) yang mengemukakan bahwa pengujian yang dilakukan selama ini baru mengukur pengusaan materi saja dan itu pun hanya meliputi ranah kognitif tingkat rendah. Keadaan semacam ini merupakan salah satu penyebab guru enggan melakukan kegiatan pembela-jaran yang memfokuskan pada pengembangan keterampilan proses anak. Kegiatan pembelajaran yang dilakukan umumnya hanya terpusat pada pen-yampaian materi dalam buku teks. Keadaan faktual ini mendorong siswa untuk menghapal pada setiap kali akan diadakan tes harian atau tes hasil belajar. Padahal untuk anak jenjang sekolah dasar yang harus diutamakan adalah bagaimana mengembangkan rasa ingin tahu dan daya kritis anak terhadap suatu masalah (Mahar Marjono, 1996:10).

Proses pembelajaran Sains di SD menuntut keterlibatan peserta didik secara aktif dan bertujuan agar penguasaan dari kognitif , afektif, serta psi-komotorik terbentuk pada diri siswa (Moh. Amin, 1987:42), maka alat ukur hasil belajarnya tidak cukup jika hanya dengan tes obyektif atau subyektif saja. Dengan cara penilaian tersebut keterampilan siswa dalam melakukan aktivitas baik saat melakukan percobaan maupun menciptakan hasil karya belum dapat diungkap. Demikian pula tentang aktivitas siswa selama mengerjakan tugas dari guru. Baik berupa tugas untuk melakukan perco-baan, peragaan maupun pengamatan.

Fenomena di atas menunjukkan bahwa bentuk atau sistem penilaian yang digunakan dalam mengukur hasil belajar siswa sangat berpengaruh terhadap strategi pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan guru. Sis-tem penilaian yang benar adalah yang selaras dengan tujuan dan proses pembelajaran. Tujuan pembelajaran Sains SD pada kurikulum 2004, dapat dirangkum ke dalam tiga aspek sasaran pembelajaran yaitu penguasaan konsep Sains, pengembangan keterampilan proses/kinerja siswa, dan pena-naman sikap ilmiah. Oleh karennya agar informasi tentang hasil belajar siswa dapat mengungkap secara menyeluruh, maka perlu melakukan pe-ngukuran terhadap ketiga aspek tersebut di atas. Dengan demikian sasaran dari penilaian hasil belajar di SD meliputi semua komponen yang men-yangkut proses dan hasil belajar siswa dalam kegiatan belajar mengajar.

Tiga target pembelajaran dalam pendidikan Sains SD menuntut kon-sekuensi terhadap alat ukur yang digunakan. Penggunaan tes obyektif dan subyektif semata-mata sangatlah tidak tepat. Kedua bentuk tes ini hanya mampu menggambarkan seberapa banyak informasi yang berhasil dikum-pulkan siswa dan mempunyai kecenderungan membuat siswa lebih pasif dari pada kreatif, karena peserta didik hanya dibiasakan untuk mengingat materi yang sudah dihapalnya (Muh. Nur, 1997:2; Riberu, 1996:4). Agar hasil belajar dapat diungkap secara menyeluruh, maka selain digunakan alat ukur tes obyektif dan subyektif perlu dilengkapi dengan alat ukur yang da-pat mengetahui kemampuan siswa dari aspek kerja ilmiah (keterampilan dan sikap ilmiah) dan seberapa baik siswa dapat menerapkan informasi pengetahuan yang diperolehnya. Alat penilaian yang diasumsikan dapat memenuhi hal tersebut antara lain adalah Tes Kinerja atau Performance Test dan jenis penilaian alternatif lainnya seperti penilaian produk, portofolio, dan penilaian tingkah laku (Stiggins, 1994:159; Depdiknas-Penilaian Kelas, 2004:36). Dengan menerapkan penilaian seperti itu terhadap siswa, dapat dikumpulkan bukti-bukti kemajuan siswa secara aktual yang dapat diguna-kan sebagai bahan pertimbangan untuk memperbaiki proses pembelajaran selanjutnya. Selain itu penilaian dengan cara ini dirasakan lebih adil dan fair bagi siswa serta dapat meningkatkan motivasi siswa untuk terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran. Dalam penilaian kinerja terdapat perbe-daan tugas dan situasi yang diberikan kepada siswa serta memberikan ke-sempatan untuk mempelihatkan pemahamannya dan kebenarannya dalam aplikasi pengetahuan dan keterampilan menurut kebiasaan berfikirnya (Wiggins dalam marzano,1993:13)

Dengan mengkaji kenyataan yang ditemukan di lapangan, nampak ada ketidaksesuaian antara pembelajaran Sains di SD dengan sistem penilai-an yang digunakannya. Proses penilaian yang biasa dilakukan guru selama ini hanya mampu menggambarkan aspek penguasaan konsep peserta didik, akibatnya tujuan kurikuler Mata Pelajaran Sains belum dapat dicapai dan atau tergambarkan secara menyeluruh. Untuk itu perlu diupayakan suatu teknik penilaian yang mampu mengungkap aspek produk maupun proses, salah satu dengan menerapkan penilaian kinerja siswa.

Sejalan dengan yang dikemukakan oleh Gronlund (dalam Bistok Sirait, 1985 : 153) bahwa sekalipun penilaian terhadap kinerja siswa itu amat penting, namun berdasarkan hasil observasi di lapangan para guru merasa kesulitan dalam melaksanakan karena belum memahami prosedur peng-gunaannya. Sebagai contoh kasus ialah; bahwa kegiatan pembelajaran yang melibatkan kinerja siswa dalam melakukan percobaan sudah sering dit-erapkan, namun terhadap kinerja siswa tersebut belum pernah dilakukan penilaian. Menurut pengakuan sejumlah guru SD hal ini disebabkan penata-ran atau pelatihan yang secara khusus membahas penerapan penilaian kinerja belum pernah diikuti atau belum pernah diadakan di tingkat pen-didikan dasar. Kondisi tersebut mengakibatkan pengetahuan, pengalaman maupun penguasaan guru terhadap proses penilaian kinerja siswa sangat kurang.

Realitas menunjukkan bahwa penilaian dengan cara konvensional be-lum mampu mengungkap hasil belajar siswa dari aspek sikap dan proses atau kinerja siswa secara aktual. Oleh karenanya diperlukan penerapan sis-tem penilaian yang dapat mengungkap kedua aspek tersebut. Sistem penilaian yang diasumsikan dapat memenuhi tuntutan tersebut adalah sis-tem penilaian yang digagaskan dalam Sistem Penilaian Kelas Kurikulum 2004 yang antara lain meliputi jenis Penilaian Kinerja (Performance Assess-ment), Penilaian Karya (Product Assessment), Penilaian Penugasan , Penilaian Proyek, dan Penilaian Portofolio. Dari jenis-jenis tersebut tersirat bahwa makna penilaian mencakup hal-hal yang lebih luas dari sekedar penilaian konvensional yang selama ini berlangsung.

Makna Penilaian dan Tujuan Pembelajaran

Sebagaimana ditegaskan dalam pedoman penilaian untuk sekolah dasar (Depdikbud, 1994:1) penilaian merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari tujuan pendidikan dasar maupun penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Tujuan pembelajaran yang dirumuskan pada langkah awal pembelajaran digunakan sebagai acuan dalam kegiatan pem-belajaran dan proses penilaian yang akan dilakukan. Menurut Davis (dalam Sudarsono Sudirdjo dkk., 1991:94) tujuan tidak hanya merupakan arah yang dapat membentuk atau mewarnai kurikulum dan memimpin kegiatan pen-gajaran, tetapi juga dapat menyediakan spesifikasi secara terperinci bagi penyusunan dan penggunaan teknik-teknik penilaian. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran yang dirumuskan secara je-las dan spesifik akan menunjang proses penilaian yang tepat dan dapat membantu di dalam menetapkan kualitas dan efektivitas pengalaman bela-jar siswa.

Pengertian Penilaian

Dalam buku pedoman penilaian kurikulum 1994 (Depdikbud, 1994: 3), dikemukakan bahwa:
"Penilaian adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk mem-berikan berbagai informasi secara berkesinambungan dan menyeluruh ten-tang proses dan hasil belajar yang telah dicapai siswa".

Penjelasan tersebut di atas mengandung makna bahwa jauh sebelum diberlakukannya sistem Penilaian Kelas dari Kurikulum 2004, penilaian ti-dak hanya ditujukan pada penguasaan salah satu bidang tertentu saja, me-lainkan menyeluruh dan mencakup aspek kognitif, afektif maupun psiko-motorik. Hal ini sejalan dengan pandangan Colin (1991: 3), bahwa:
"Assessment as a general term enhancing all methods customarily to ap-praise performance of individual pupil or a group. It may refer to abroad appraisal including many sources of evidence and many aspects of a pu-pil's knowledge, understanding, skill and attitudes.

Sedangkan menurut Nana Sudjana (1989:220), penilaian adalah proses untuk menentukan nilai dari suatu obyek atau peristiwa dalam suatu kon-teks situasi tertentu, dimana proses penentuan nilai berlangsung dalam ben-tuk interpretasi yang kemudian diakhiri dengan suatu "Judgment".

Penilaian tidak sama dengan pengukuran, namun keduanya tidak dapat dipisahkan, karena kedua kegiatan tersebut saling berhubungan erat. Untuk dapat mengadakan penilaian perlu melakukan pengukuran terlebih dahulu (Suharsimi Arikunto, !991: 1). Pengukuran dapat diartikan sebagai pemberian angka kepada suatu atribut atau karakteristik tertentu yang di-dasarkan pada aturan atau formulasi yang jelas (Asmawi Zainul, 1992: 13). Dari hasil pengukuran akan diperoleh skor yang menggambarkan tingkat keberhasilan belajar siswa berdasarkan kriteria yang telah ditentukan.

Lebih lanjut, berikut adalah penjelasan dari buku Penilaian Kelas pada Kurikulum 2004 tentang beberapa istilah yang sering terkait dengan penilaian (Depdiknas, 2004:11-12). "Banyak orang mencampuradukkan pengertian antara evaluasi, pengukuran (measurement), tes, dan penilaian (as-sessment), padahal keempatnya memiliki pengertian yang berbeda. Evaluasi adalah kegiatan identifikasi untuk melihat apakah suatu program yang telah direncanakan telah tercapai atau belum, berharga atau tidak, dan dapat pula untuk melihat tingkat efisiensi pelaksanaannya. Evaluasi berhubungan den-gan keputusan nilai (value judgement). Di bidang pendidikan, kita dapat me-lakukan evaluasi terhadap kurikulum baru, suatu kebijakan pendidikan, sumber belajar tertentu, atau etos kerja guru. Penilaian (assessment) adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat penilaian untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana hasil belajar siswa atau keterca-paian kompetensi (rangkaian kemampuan) siswa. Penilaian menjawab per-tanyaan tentang sebaik apa hasil atau prestasi belajar seorang siswa. Pengu-kuran (measurement) adalah proses pemberian angka atau usaha memperoleh deskripsi numerik dari suatu tingkatan di mana seorang siswa telah menca-pai karakteristik tertentu. Hasil penilaian dapat berupa nilai kualitatif (pern-yataan naratif dalam kata-kata) dan nilai kuantitatif (berupa angka). Pengu-kuran berhubungan dengan proses pencarian atau penentuan nilai kuantitatif tersebut. Tes adalah cara penilaian yang dirancang dan dilak-sanakan kepada siswa pada waktu dan tempat tertentu serta dalam kondisi yang memenuhi syarat-syarat tertentu yang jelas."

Fungsi Penilaian

Dalam pedoman penilaian Kurikulum 1994 (Depdikbud, 1994:3) ditegaskan bahwa tujuan dan fungsi penilaian untuk memberikan umpan bail baik kepada guru, siswa, orangtua maupun lembaga pendidikan yang berkepentingan serta untuk menentukan nilai hasi belajar siswa. Bagai guru, hasil penilaian tidak hanya dugunakan untuk memberikan pertanggung-jawaban secara obyektif kepada atasan ataupun sekedar bahan nilai raport. Namun penilaian dapat digunakan sebagai bahan dasar untuk melakukan instrospeksi diri terhadap proses pembelajaran yang baru saja berlangsung. Bagi siswa, hasil penilaian dapat dijadikan alat untuk memotivasi siswa tersebut agar lenih giat dalam proses pembelajaran berikutnya. Selain itu, dari hasil penilaian siswa mendapatkan informasi tentang seberapa jauh tingkat penguasaan bahan pelajaran yang diberikan guru.

Bagi orangtua, dengan mengetahui hasil belajar siswa (anaknya) orangtua dapat turut berpartisipasi dan mengambil langkah yang tepat dalam memberikan bimbingan dan bantuan serta dorongan bagi putra-putrinya. Selain itu dengan informasi hasil penilaian yang benar, orangtua dapat secara akurat mengetahui kemampuan, kekurangan dan kedudukan siswa secara ril di kelasnya. Bagi pengelola program pendidikan, hasil penilaian merupakan masukkan yang sangat berarti yang dapat digunakan untuk bahan kajian dalam membantu guru meningkatkan kompetensi pro-fesionalnya, khususnya dalam bidang penilaian. Hasil penilaian yang kom-prehensif dapat juga dugunakan untuk tujuan dan kebutuhan lain misalnya penentuan status siswa, pengelompokkan, seleksi, diagnosis dan bimbin-gan, serta menyempurnakan pengalaman pendidik, atau penelitian.

Prinsip penilaian

Hasil kegiatan penilaian dapat memberikan manfaat yang optimal jika di-lakukan dengan mengacu pada prinsip-prinsip penilaian sebagaimana ditetapkan oleh pedoman formal penilaian dari pemerintah (Depdikbud, 1994:5), yakni dilaksanakan secara menyeluruh, berkesinmabungan, berori-entasi pada tujuan, obyektif, terbuka serta mempertimbangkan aspek ke-bermaknaan. Peneilian yang dilakukan secara menyeluruh artinya informasi yang dikumpulkan melalui proses penilaian menyangkut seluruh aspek kepribadian siswa. Penilaian dikatakan menyeluruh jika mampu mengung-kap aspek produk dan proses belajar anak, yakni menyangkut pengetahuan, sikap, dan keterampilan proses peserta didik.

Target hasil belajar yang diharapkan terjadi pada diri siswa setelah berlangsungnya proses pembelajaran tertuang dalam tujuan pembelajaran sejak tujuan umum pada Standar Kompetensi Mata Pelajaran hingga Kom-petensi Dasar, Hasil Belajar, dan Indikator dari setiap materi pokok pembe-lajaran. Oleh karena proses penilaian bertujuan untuk mengetahui se-jauhmana tingkat ketercapaian tujuan pembelajaran, maka dalam melaku-kan penilaian harus selalu berorientasi pada tujuan; karena antara tujuan dan penilaian merupakan komponen sistem pembelajaran yang tidak dapat dipisahkan.

Prinsip penilaian selanjutnya adalah bersifat obyektif, artinya dalam melakukan penilaian terhadap hasil belajar siswa, guru berusaha untuk meminimalisasi faktor subyektivitas. Menurut Ign. Masidjo (1995: 25) obyek-tivitas pelaksanaan penilaian dapat dicapai dengan menaati aturan-aturan yang telah ditetapkan. Penilaian yang didasarkan atas kriteria penilaian yang telah ditetapkan sebelumnya dapat mengurangi faktor subyektivitas dalam melakukan penilaian.

Agar hasil penilaian dapat memberikan manfaat baik kepada guru, siswa, orang tua maupun pihak sekolah, maka penilaian hendaknya dilaku-kan secara terbuka. Maksudnya baik proses maupun hasil penilaian hen-daknya diinformasikan kepada pihak-pihak terkait, sehingga hasil penilaian memiliki kebermaknaan bagi pihak-pihak yang memerlukan.

Penilaian dalam Pembelajaran Sains

Sebagaimana dikemukakan terdahulu bahwa pembelajaran Sains memi-liki tiga dimensi sasaran pembelajaran, yaitu dimensi proses, produk dan sikap yang satu sama lain tidak dapat dipisahkan dan diabaikan dalam proses belajar mengajar Sains (Moh. Amin, 1987: 16). Target pembelajaran Sains ini selain mengembangkan aspek kognisi juga meningkatkan ket-erampilan proses, sikap, kreativitas dan kemampuan aplikasi konsep (Yager, 1996:9). Mengingat antara belajar dan penilaian mempunyai hubun-gan yang erat, maka agar siswa terdorong untuk mengembangkan daya kreasi dan keterampilan berfikirnya hendaknya penilaian yang dilakukan tidak hanya ditujukan pada aspek penguasaan konsep saja. Namun perlu dilengkapi dengan penilaian terhadap proses belajar siswa atau aktivitas siswa, karya siswa, dan sikap siswa. Instrumen penilaian yang dapat digunakan untuk menilai kinerja siswa tersebut adalah dengan mengguna-kan penilaian berbasis asesmen (Assessment-based Evaluation).

Penilaian berbasis asesmen menuntut tertampilkannya kompetensi dan kreativitas serta inisiatif yang lebih luas dari diri siswa. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Niddhi Khattri dkk. (1995: 80), bahwa penilaian ter-hadap berbagai aspek kinerja siswa memiliki pengaruh positif di kelas, karena melengkapi guru dengan acuan pedagogis yang membantu mengembangkan teknik instruksional yang efektif. Selain itu penilaian juga menyediakan informasi secara komprehensif mengenai kemajuan belajar siswa termasuk kekuatan dan kelemahannya. Mengingat begitu besarnya manfaat dan peranan penilaian berbasis asesmen terhadap kinerja siswa serta proses pembelajarannya, maka guru sebagai pengelola utama kegiatan pembelajaran diharapkan mampu memahami, merencanakan sekaligus me-laksanakan jenis-jenis penilaian berbasis asesmen.

Konsep Dasar Asesmen
Pengertian Asesmen

Asesmen dalam pembelajaran adalah suatu proses atau upaya formal pengumpulan informasi yang berkaitan dengan variabel-variabel penting pembelajaran sebagai bahan dalam pengambilan keputusan oleh guru un-tuk memperbaiki proses dan hasil belajar siswa (Herman et al., 1992:95; Po-pham, 1995:3). Variabel-variabel penting yang dimaksud sekurang-kurangya meliputi pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan sikap siswa dalam pembelajaran yang diperoleh guru dengan berbagai metode dan prosedur baik formal maupun informal, sebagaimana dikemukakan oleh Corner (1991:2-3) sebagai berikut.

A general term enhancing all methods customarily used to appraise performance of an individual pupil or group. It may refer to a broad appraisal including many sources of evidence and many aspect of pupil's knowledge, understanding, skills and attitudes; An assess-ment instrument may be any method and procedure, formal or in-formal, for producing information about pupil . . . .

Pengertian asesmen dalam berbagai literatur asing tersebut di atas selaras dengan makna penilaian yang digariskan dalam Buku Pedoman Penilaian pada kurikulum pendidikan dasar. Dalam buku tersebut tertulis bahwa, penilaian adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk memberikan berbagai informasi secara berkesinambungan dan menyeluruh tentang proses dan hasil belajar yang telah dicapai (Depdikbud, 1994:3). Ada pun yang dimaksud dengan asesmen alternatif (alternative assessment) adalah segala jenis bentuk asesmen diluar asesmen konvensional (selected respon test dan paper-pencil test) yang lebih autentik dan signifikan mengungkap secara langsung proses dan hasil belajar siswa. Herman (1997) memberikan sem-boyan khusus bagi asesmen alternatif dengan ungkapan "What You Get is What You Assess" (WYGWYA). Dalam beberapa literatur, asesmen alternatif ini kadang-kadang disebut juga asesmen autentik (authentic assessment), as-esmen portofolio (portfolio assessment) atau asesmen kinerja (performsnce as-sessment). (Herman,1997:197-198; Niemi,1997:243; Harlen, 1992:6; Marzano, et al.,1993:13; Popham, 1995:142)

Tujuan dan Peran Asesmen dalam Pembelajaran

Tujuan utama penggunaan asesmen dalam pembelajaran (classroom assessment) adalah membantu guru dan siswa dalam mengambil keputusan propesional untuk memperbaiki pembelajaran. Menurut Popham (1995:4-13) asesmen bertujuan untuk antara lain untuk:

(1) mendiagnosa kelebihan dan kelemahan siswa dalam belajar,
(2) memonitor kemajuan siswa,
(3) menentukan jenjang kemampuan siswa,
(4) menentukan efektivitas pembelajaran,
(5) mempengaruhi persepsi publik tentang efektivitas pembelajaran,
(6) mengevaluasi kinerja guru kelas,
(7) mengklarifikasi tujuan pembelajaran yang dirancang guru

Setiap penggunaan asesmen alternatif bentuk apapun dicirikan oleh hal-hal berikut: (1) menuntut siswa untuk merancang, membuat, menghasil-kan, mengunjukkan atau melakukan sesuatu;
(2) memberi peluang untuk terjadinya berpikir kompleks dan/atau memecahkan masalah;
(3) meng-gunakan kegiatan-kegiatan yang bermakna secara instruksional;
(4) menun-tut penerapan yang autentik pada dunia nyata;
(5) pensekoran lebih di-dasarkan pada pertimbangan manusia yang terlatih daripada mengandalkan mesin. Untuk memperoleh asesmen dengan standar tinggi, maka peng-gunaan asesmen harus: relevan dengan standar atau kebutuhan hasil belajar siswa; adil bagi semua siswa; akurat dalam pengukuran; berguna; layak dan dapat dipercaya. (Herman,1997:198)

Agar penggunaan asesmen dalam kelas sesuai dengan pembelajaran dan dapat meningkatkan pembelajaran tersebut Cottel (1991) menggagaskan 5 petujuk bagi guru penggunaan asesmen dalam kelas. Kelima petunjuk tersebut adalah: pertama, senantiasa menganggap bahwa pembelajaran terus berlangsung; kedua, selalu meminta siswa untuk menunjukkan bukti-bukti bagaimana mereka belajar; ketiga, memberi siswa umpan balik tentang re-spon kelas serta rencana pengajar tentang respon tersebut; keempat, melaku-kan penyesuaian-penyesuaian yang tepat untuk meningkatkan pembela-jaran; dan kelima, menilai ulang bagaimana penyesuaian-penyesuaian terse-but bekerja cukup baik.

Performance Assessment sebagai Asesmen Alternatif

Penggunaan jenis asesmen yang tepat akan sangat menentukan ke-berhasilan dalam mengakses informasi yang berkenaan dengan proses pem-belajaran. Pemilihan metode asesmen harus didasarkan pada target infor-masi yang ingin dicapai. Informasi yang dimaksud adalah hasil belajar yang dicapai siswa. Stiggins (1994:3,67) mengemukakan lima kategori target hasil belajar yang layak dijadikan dasar dalam menentukan jenis asesmen yang akan digunakan oleh pengajar. Kelima hasil belajar tersebut adalah:

(1) Knowledge Outcomes, merupakan penguasaan siswa terhadap substansi pengetahuan suatu mata pelajaran
(2) Reasoning Outcomes, yang menunjukkan kemampuan siswa dalam meng-gunakan pengetahuannya dalam melakukan nalar (reason) dan meme-cahkan suatu masalah.
(3) Skill Outcomes, kemampuan untuk menunjukkan prestasi tertentu yang berhubungan dengan keterampilan yang didasarkan pada penguasaan pengetahuan.
(4) Product Outcomes, kemampuan untuk membuat suatu produk tertentu yang didasarkan pada penguasaan pengetahuan
(5) Affective Outcomes, pencapaian sikap tertentu sebagai akibat mempelajari dan mengaplikasikan pengetahuan.
Untuk lima kategori hasil belajar di atas, Stiggins (1994: 83) menawar-kan empat jenis metode asesmen dasar. Keempat metode tersebut adalah:

(1) Selected Response Assessment, termasuk ke dalamnya pilihan ganda (multi-ple-choice items), benar-salah (true-false items), menjodohkan atau menco-cokkan (matching exercises), dan isian singkat (short answer fill-in items)
(2) Essay Assessment, dalam asesmen ini siswa diberikan beberapa persoalan kompleks yang menuntut jawaban tertulis berupa paparan dari solusi terhadap persoalan tersebut.
(3) Performance Assessment, merupakan pengukuran langsung terhadap pres-tasi yang ditunjukkan siswa dalam proses pembelajaran. Asesmen ini terutama didasarkan pada kegiatan observasi dan evaluasi terhadap proses dimana suatu keterampilan, sikap, dan produk ditunjukkan oleh siswa.
(4) Personal Communication Assessment, termasuk ke dalamnya adalah per-tanyaan-pertanyaan yang diajukan guru selama pembelajaran, wawan-cara, perbincangan, percakapan, dan diskusi yang menuntut munculnya keterampilan siswa dalam mengemukakan jawaban/gagasan.
Berdasarkan pengertian asesmen alternatif sebagaimana dikemu-kakan di muka, maka kategori asesmen dari Stiggins yang cenderung dapat dipandang sebagai jenis asemen alternatif adalah Performance Assessment dan Personal Commu-nication Assessment.

Performance Assessment dan Personal Communication Assessment ber-cirikan pengukuran secara langsung (direct) dan autentik terhadap pembela-jaran. Yang menjadi objek Performance Assessment (asesmen kinerja) ini adalah segala yang berkaitan dengan 'observabel performance' dari siswa. Kinerja yang memungkinkan untuk diobservasi mungkin saja berkenaan dengan proses kognitif yang kompleks semisal melakukan analisis, meme-cahkan masalah, melakukan percobaan, membuat keputusan, mengukur, bekerja sama dengan yang lain, pernyataan oral, atau mengunjukkan suatu produk. Lebih kompleks lagi kedua jenis asesmen tersebut dapat digunakan untuk mengases cara berpikir (habit of mind), cara bekerja, dan perilaku nilai (behaviors of value) dari siswa dalam kehidupan nyata. Penggunaan jenis asesmen seperti ini sangat berkesuaian dengan efektivitas pembela-jaran. (Borich, 1996:634-640; Baker, 1997:248).

Marzano, et al. (1993: 1-5,18) mendasarkan penggunaan performance assessment terhadap lima Dimensi Belajar yang digagaskannya. Kelima di-mensi ini adalah: Dimensi pertama, sikap dan persepsi yang positif tentang belajar (positive attitudes and perception about learning); Dimensi kedua, perolehan dan pengintegrasian pengetahuan (acquiring and integrating knowledge); Dimensi ketiga, perluasan dan penajaman pengetahuan (extending and refining knowl-edge); Dimensi keempat; penggunaan pengetahuan secara bermakna (using knowledge meaningfully); Dimensi Kelima, kebiasaan berpikir yang produktif (productive habits of mind).

Penilaian Kinerja Dalam Pembelajaran

Penilaian kinerja siswa merupakan salah satu alternatif penilaian yang difokuskan pada dua aktivitas pokok, yaitu: Observasi proses saat ber-langsungnya unjuk keterampilan dan evaluasi hasil cipta atau produk. Penilaian bentuk ini dilakukan dengan mengamati saat siswa melakukan aktivitas di kelas atau menciptakan suatu hasil karya sesuai dengan tujuan pembelajarannya. Kecakapan yang ditampilkan siswa adalah variabel yang dinilai. Penilaian terhadap kecakapan siswa didasarkan pada perbandingan antara kinerja siswa dengan target yang telah ditetapkan. Proses penilaiannya dilakukan mulai persiapan, melaksanakan tugas sampai den-gan hasil akhir yang dicapainya (Depdikbud, 1993: 8). Sejalan dengan pen-dapat tersebut, Popham (1994: 139) mengemukakan bahwa: "Performance as-sessment is approach to measuring a student's status based on the way that the stu-dent completes a specified task". Stiggins (1991: 85) mengemukakan bahwa dalam penilaian kinerja siswa, guru menghendaki respon yang "authentic" atau yang asli berupa aktivitas yang dapat diamati.Tugas yang diberikan bisa dalam bentuk lisan atau tertulis, yang jenis tugasnya disesuaikan den-gan tujuan pembelajaran. Menurut Popham (1994: 141) penilaian terhadap kinerja siswa setidaknya memiliki tiga sifat, yaitu: kriteria ganda (multiple criteria), standar kualitas yang telah dispesifikasi (prespektified quality stan-dards) dan penaksiran penilaian (judgmental appraisal).

Dalam penilaian terhadap kinerja siswa, target pencapaian hasil bela-jar yang dapat diraih meliputi aspek-aspek berikut ini: 1) Knowledge; 2) Rea-soning; aplikasi pengetahuan dalam berbagai konteks pemecahan masalah; 3) Skill; kecakapan dalam berbagai jenis keterampilan komunikasi, visual, karya seni, dan lain-lain; 4) Product; dan 5) Affect; berhubungan dengan perasaan, sikap, nilai, minat, motivasi (Stiggins, 1994: 171). Selanjutnya dikemukakan bahwa diantara kelima target tersebut, penilaian kinerja siswa sangat efektif untuk menilai pencapaian target dari reasoning, skill dan karya cipta. Untuk dapat melakukan penilaian terhadap keterampilan (skill) dan karya cipta siswa diperlukan alat ukur terhadap kinerja siswa yang disebut dengan tes kinerja. Menurut Yacobs (1992:137), bahwa tes ini men-yediakan cara mengukur skill dan kemampuan yang tidak dapat diukur dengan tes tertulis.

Dalam pedoman penilaian di SD, dinyatakan bahwa tes kinerja adalah tes yang penugasannya disampaikan dalam bentuk lisan atau tertulis dan proses penilaiannya dilakukan sejak siswa melakukan persiapan, me-laksanakan tugas sampai dengan hasil akhir (Depdikbud, 1994: 8). Sebagai alat penunjang dalam melaksanakan tes perbuatan digunakan lembar ob-servasi atau sebuah format pengamatan kinerja atau penampilan siswa. Dalam lembar pengamatan tertera aspek-aspek yang diamati sesuai dengan target pembelajarannya. Berdasarkan deskriptor-deskriptor yang nampak selama proses pengamatan, ditentukanlah skor kinerja siswa dengan berpe-doman pada kriteria penilaian yang telah ditetapkan sebelumnya.

Langkah-langkah yang harus diperhatikan dalam mengembangkan metode ini adalah: kejelasan karakter penampilan yang akan dinilai, pengembangan tugas atau latihan (sifat, materi, jumlah), dan prosedur pen-skoran meliputi teknik, pencatatan hasil, identifikasi dan keterampilan penilaian. Sebagai contoh, aspek-aspek kinerja iswa apa saja yang akan dinilai? Sifatnya individual atau kelompok? Prosedur penyekorannya meng-gunakan skala, rubrik atau catatan harian? Bagaimana kriteria penilaian dari masing-masing aspek kinerja siswa? Selain itu sangat dibutuhkan pelibatan siswa secara penuh mulai dari perencanaan, pengembangan dan peng-gunaannya.

Standar untuk tugas-tugas sebelumnya harus ditetapkan secara jelas termasuk juga identifikasi prestasi yang harus didemonstrasikan, kondisi demonstrasi dan standar kualitas yang ditetapkan. Demikian pula kriteria penilaian dari tiap-tiap kinerja siswa yang akan diamati harus sudah di-mengerti dan disepakati bersama siswa. Melalui cara tersebut, penilaian ter-hadap kinerja siswa dapat dirasakan lebih terbuka dan adil bagi semua siswa, karena siswa mempunyai acuan yang jelas dalam mengerjakan tugas dari guru.

Tugas-tugas (Task) dalam Asesmen Kinerja Siswa

Penyelenggaraan penilaian jenis apa pun menuntut adanya kegiatan siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas secara jelas. Menurut Marc Tucker (dalam Marzano, 1993:15), guru tidak dapat menilai kinerja siswa tanpa memberikan tugas-tugas kepada siswa; begitu juga guru tidak dapat menilai tingkat prestasi siswa tanpa adanya bukti otentik adanya tugas-tugas yang dikerjakan siswa secara nyata. Dengan demikian apabila ases-men kinerja diterapkan guru, maka dengan sendirinya siswa terberi kesem-patan untuk mengungkapkan pengetahuan sebelumnya, menunjukkan pen-guasaan terhadap pengetahuan dan keterampilan baru dalam memecahkan persoalan yang dihadapinya.

Tugas-tugas kinerja dalam pengajaran Sains di SD hendaknya dipilih atau diciptakan secara menarik dan disesuaikan dengan tujuan pembela-jaran dan tingkat perkembangan siswa. Hal demikian diduga dapat men-ingkatkan motivasi siswa untuk terlibat secara aktif dalam kegiatan pembe-lajaran yang memiliki kadar on-task, hands-on, dan minds-on yang relatif tinggi.

Penetapan Kriteria

Kriteria perlu ditetapkan karena mempunyai kegunaan untuk menen-tukan validitas, keadilan dan konsistensi penilaian. Menurut para ahli psi-komotor, kriteria yang paling penting yang dapat digunakan untuk menilai tugas-tugas berkaitan dengan kinerja siswa adalah faktor kesamaan (Pop-ham, 1994 : 147). Selanjutnya dikemukakan bahwa ada tujuh kriteria penilaian yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk memilih salah satu tugas kinerja atau menciptakan tugas-tugas dalam penilaian kinerja. Ketujuh kriteria tersebut adalah: keumuman (generalizabil-ity), keaslian (authenticity), berfokus ganda (multiple foci), keadilan (fairness), bisa tidaknya diajarkan ( teachability), kepraktisan (feasibility) dan bisa ti-daknya tugas tersebut diberi skor (scorability). Untuk setiap kriteria yang dipilih, skala angka secara khusus dapat digunakan, sehingga kriteria untuk setiap respon siswa mungkin ditetapkan skala, 0 (nol) hingga 6 (enam). Menurut Popham (1994: 149), kadang-kadang skala ini dilengkapi dengan penjelasan atau gambaran verbal, kadang-kadang tidak. Dalam proses penil-ian kinerja, sebaiknya siswa mengetahui aspek-aspek apa saja yang akan dinilai berikut kriteria penilaiannya.

Reliabilitas dan Validitas dalam Penilaian Kinerja

Salah satu ciri penilaian kinerja adalah adanya ketergantungan terhadap pertimbangan manusia (guru) dalam menentukan skor terhadap kinerja (performansi) siswa. Kenyataan ini menyebabkan tidak dapat dihindarinya faktor subyektivitas penilaian terhadap performansi siswa, mengingat per-sepsi atau interpretasi seseorang dalam memandang sesuatu cenderung ber-beda meskipun dalam waktu dan momen yang sama.

Agar tercapai penilaian kinerja yang reliabel, diperlukan upaya un-tuk meminimalkan adanya faktor penyebab perbedaan keputusan pen-skoran terhadap kinerja yang sama. Reliabilitas (konsistensi) dalam pen-skoran sangat dituntut demi keadilan bagi peserta didik. Upaya-upaya yang dapat dilakukan antara lain penetapan kriteria yang jelas, pemahaman yang seragam dari sejumlah penilai terhadap kriteria, proses pengukuran tidak hanya dilakukan oleh satu orang, tidak menangguhkan penilaian, serta dila-kukan konsesus secara berulang terhadap pemahaman kriteria (Herman, 1992).

Selain pengukuran yang konsisten, diperlukan juga alat ukur yang sahih (valid). Validitas (kesahihan) alat ukur berkaitan dengan kesesuaian antara alat ukur dengan aspek-aspek yang hendak diukur. Menurut Wayan Nurkancana (1986:127) alat ukur dapat dikatakan sahih apabila alat ukur tersebut dapat mengukur dengan tepat apa yang hendak diukur.

Penilaian Berbasis Asesmen pada Kurikulum 2004: Penilaian Kelas

Pelaksanaan Kurikulum yang berbasis kompetensi ini menghendaki adanya perubahan kegiatan pembelajaran di kelas, baik dalam cara guru mengajar maupun dalam melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa. Dengan penekanan pada penguasaan kompetensi, maka jenis penilaian juga harus disesuaikan dengan kekhasan masing-masing kompe-tensi. Bentuk penilaian yang sama (model pilihan ganda) untuk menilai se-mua mata pelajaran yang selama ini digunakan oleh guru tidak bisa digunakan untuk menilai kompetensi yang beragam.

Penilaian kelas merupakan salah satu pilar dalam kurikulum ber-basis kompetensi. Penilaian kelas adalah proses pengumpulan dan peng-gunaan informasi oleh guru untuk pemberian nilai terhadap hasil belajar siswa berdasarkan tahapan kemajuan belajarnya sehingga didapatkan pot-ret/profil kemampuan siswa sesuai dengan daftar kompetensi yang ditetapkan dalam kurikulum. Penilaian kelas dilaksanakan secara terpadu dengan kegiatan belajar-mengajar. Penilaian dapat dilakukan baik dalam suasana formal maupun informal, di dalam kelas, di luar kelas, terintegrasi dalam kegiatan belajar-mengajar atau dilakukan pada waktu yang khusus. Penilaian kelas dilaksanakan melalui berbagai cara, seperti tes tertulis (paper and pencil test), penilaian hasil kerja siswa melalui kumpulan hasil kerja (karya) siswa (portofolio), penilaian produk 3 dimensi, dan penilaian, unjuk kerja (performance) siswa. Penilaian kelas merupakan suatu proses yang dila-kukan melalui langkah-langkah perencanaan, pengumpulan informasi me-lalui sejumlah bukti yang menunjukkan pencapaian hasil belajar siswa, pe-laporan, dan penggunaan informasi tentang hasil belajar siswa.

Ada beberapa tujuan penilaian dilakukan guru, antara lain untuk grading (membedakan kedudukan hasil kerja siswa dibandingkan dengan siswa lain dalam satu kelas), alat seleksi (memisahkan antara siswa yang ma-suk dalam kategori tertentu dan yang tidak, atau untuk menentukan seorang siswa dapat masuk atau tidak di sekolah tertentu), menguasai kompetensi (me-nentukan apakah seorang siswa telah menguasai kompetensi tertentu atau belum), bimbingan (mengevaluasi hasil belajar siswa dalam rangka mem-bantu siswa memahami dirinya, membuat keputusan yang harus dilakukan siswa, atau untuk menetapkan penjurusan), alat prediksi (mendapatkan in-formasi yang digunakan untuk memprediksi kinerja siswa pada pendidikan berikutnya) dan alat diagnosis (melihat kesulitan belajar atau dalam hal apa siswa memiliki prestasi untuk menentukan perlu remediasi atau pen-gayaan). Dalam kaitannya dengan pelaksanaan penilaian berbasis kelas, jenis penilaian diagnosis, bimbingan, dan pencapaian penguasaan kompe-tensi harus menjadi perhatian utama guru pada setiap kali mengajar. Guru dituntut mampu melaksanakan penilaian mulai dari awal sampai akhir proses belajar mengajar. Untuk menilai sejauhmana siswa telah menguasai beragam kompetensi, tentu saja berbagai jenis penilaian perlu diberikan se-suai dengan kompetensi yang akan dinilai, seperti unjuk kerja/kinerja (per-formance), penugasan (proyek), hasil karya (produk), kumpulan hasil kerja siswa (portofolio), dan penilaian tertulis (paper and pencil test). Penilaian ber-basis kelas merupakan suatu proses yang dilakukan guru melalui langkah-langkah perencanaan, pengumpulan sejumlah bukti yang menunjukkan pencapaian hasil belajar siswa, pelaporan, dan penggunaan informasi ten-tang hasil belajar siswa.

Jadi, peran penilaian berbasis kelas adalah memberikan masukan atau informasi secara komprehensif tentang hasil belajar siswa dilihat ketika kegiatan pembelajaran sedang berlangsung hingga hasil akhirnya dengan menggunakan berbagai cara penilaian sesuai dengan kompetensi yang di-harapkan dicapai siswa. Dengan demikian Penilaian Kelas merupakan penilaian yang dilakukan guru baik yang mencakup aktivitas penilaian un-tuk mendapatkan nilai kualitatif maupun aktivitas pengukuran untuk men-dapatkan nilai kuantitatif (angka). Perlu diingat bahwa penilaian kelas dila-kukan terutama untuk memperoleh informasi tentang hasil belajar siswa yang dapat digunakan sebagai diagnosis dan masukan dalam membimbing siswa dan untuk menetapkan tindak lanjut yang perlu dilakukan guru dalam rangka meningkatkan pencapaian kompetensi siswa.

PUSTAKA

1. Ahmad Nugraha, dkk. (1998). Penggunaan Performance Assessment untuk meningkatkan Efektivitas Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar. Laporan Penelitian Tindakan Kelas di SD Kecamatan Singaparna Kabupaten Tasikmalaya. PGSD FIP IKIP Bandung.

2. Asmawi, Z. dan Nasution, N. (1994). Penilaian Hasil Belajar. Jakarta: Dirjen Dikti Depdikbud.

3. Carin, A.A. & Sund, R.B. (1989). Teaching Science Through Discovery. Columbus: Merrill Publishing Company.

4. Cavendish, S. et al. (1990). Observing Activities: Assessing Science in the Primary Class-room. London: Paul Chapman Publishing Ltd.

5. Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Kurikulum 2004 : Kompetensi Standar Mata Pelajaran Sains. Jakarta: DepdiknasRepublik Indonesia.

6. Departemen Pendidikan Nasional. (2002). Pedoman Pengembangan Silabus. Jakarta: DepdiknasRepublik Indonesia.

7. Galton, M. & Harlen, W. (1990). Assessing Science in the Primary School: Written Task. Lon-don: Paul Chapman Publishing Ltd.

8. Harlen, W. & Galton, M. (Eds.) (1990). Observing Activities - Assessing Science in The Pri-mary Classroom. London: Paul Chapman Publishing Ltd.

9. E. Mulyasa. (2003). Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Rosada http://re-searchengines.com/0405edi.html

Teknik-teknik tes

BAB I
PENDAHULUAN
D. Latar Belakang
Sebagai calon guru atau pendidik kita harus mempunyai pengetahuan, kreatifitas juga wawasan yang luas untuk memahami peserta didiknya. Selain itu kita harus mengerti psikokologi anak, kemampuan anak, kelemahan anak dan keinginan anak yang mempunyai bakat tertentu.
Untuk itu kita harus mengetahui tingkat kemampuan dan perkembangan peserta didik. Salah satunya dengan tes. Tes yang digunakan bisa bermacam-macam sesuai dengan kemampuan dan minat peserta didik.
Selain itu, tes bisa membantu kita untuk dapat mengetahui kemampuan juga kelemahan peserta didik yang menjadi masalah dalam kehidupannya. Untuk itu kita akan membahas sedikit mengenai teknik-teknik memahami anak atau peserta didik.
E. Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Pengertian dan macam-macam teknik-teknik tes!
2. Pengertian non-tes dan jenis-jenisnya!
3. Bagaimana cara mengetahui kemampuan, bakat, permasalahan yang dihadapi siswa !
F. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui dan memahami pengertian dan macam-macam teknik-teknik tes.
2. Mengetahui dan dapat menguraikan pengertian dan jenis-jenis non-tes.
3. Dapat mengetahui juga mengungkap kemampuan, bakat juga membantu siswa dalam menhadapi permasalahannya.
BAB II
TEKNIK-TEKNIK MEMAHAMI PERKEMBANGAN ANAK
A. Teknik Tes
Teknik tes atau sistem testing merupakan usaha pemahaman murid dengan menggunakan alat-alat yang bersifat mengungkap atau mentes.
Sedangkan tes adalah sebagai suatu prosedur yang sistematis untuk mengobservasi (mengamati) tingkah laku individu melalui skala angka atau sistem kategori.
Selain itu tes mengandung pengertian alat untuk menentukan atau menguji sesuatu.
Penggunaan teknik dari tes bertujuan untuk:
2. Menilai kemampuan belajar murid
3. Memberikan bimbingan belajar kepada murid
4. Mengecek kemampuan belajar
5. Memahami kesulitan-kesulitan belajar
6. Menilai efektivitas (keberhasilan) mengajar (Shertzer & Stone; 1971:235)
Berdasarkan atas aspek yang diukur, tes dibedakan atas:
a. Tes intelegensi
b. Tes bakat
c. Tes kepribadian
d. Tes prestasi belajar
Untuk itu kita akan membahas satu persatu
a. Tes intelegensi
Yaitu suatu teknik atau alat yang digunakan untuk mengungkapkan tarap kemampuan dasar seseorang yaitu kemampuan dalam berpikir, bertindak dan menyesuaikan dirinya secara efektif.
Macam-macam tes intelegensi
1). Tes intelegensi umum, bertujuan untuk memberikan gambaran umum tentang taraf kemampuan seseorang.
2). Tes intelegensi khusus, menggambarkan taraf kemampuan seseorang secara spesifik.
3). Tes intelegensi differensial, memberikan gambaran tentang kemampuan seseorang dalam berbagai bidang yang memungkinkan didapatnya profil kemempuan tersebut.
Manfaat tes intelegensi
a). menganalisis berbagai masalah yang dialami murid
b). membantu memahami sebab terjadinya masalah
c). membantu memahami murid yang mempunyai kemampuan yang tinggi juga yang rendah
d). menafsirkan kesulitan-kesulitan belajar yang dihadapi siswa
b. Tes bakat
Yaitu suatu teknik atau alat yang digunakan untuk mengetahui kecakapan, kemampuan atau keterampilan seseorang dalam bidang tertentu.
Tes bakat berguna untuk membantu seseorang dalam membuat rencana dan keputusan yang bijaksana berkenaan dengan pendidikan dan pekerjaan.
Untuk mengetahui bakat seseorang, telah dikembangkan berbagai macam tes seperti:
1). Rekonik, tes ini mengukur fungsi motorik, persepsi dan berpikir mekanis.
2). Tes bakat musik, tes yang mengukur kemampuan dalam aspek-aspek nada, suara, ritme, warna bunyi dan memori.
3). Tes bakat artistik, yaitu kemampuan menggambar, melikis dan meripa.
4). Tes bakat krelikal (perkantoran), yaitu tes mengukur kecepatan dan ketelitian.
5). Tes bakat multifaktor, tes yang mengukur berbagai kemampuan khusus.
Tes ini mengukur beberapa kemampuan khusus diantaranya yaitu:
- Berpikir verbal, yang memngungkapkan kemampuan nalar secara verbal.
- Kemampuan bilangan, kemampuan berpikir yang menggunakan angka-angka.
- Berpikir abstrak, kemampuan berpikir dengan nalar yang bersifat nonverbal tanpa angka-angka.
- Berpikir mekanik, kemempuan serta pemahaman mengenai huku-hukum yang mendasari alat-alat, mesin-mesin, dan gerakan-gerakan.
c. Tes kepribadian
Yaitu suatu tes untuk mengetahui kepribadian seseorang yang terorganisasi secara dinamis dan sistem-sistem psikologis dalam sisi individu yang menentukan penyesuaian-penyesuain yang unik dengan lingkungan.
Kepribadian dapat diukur dengan jalan melihat:
- Apa yang seseorang katakan tentang keadaan dirinya sendiri.
- Apa yang orang lain katakan tentang keadaan diri seseorang.
- Apa yang seseorang lakukan dalam situasi tertentu.
d. Tes prestasi belajar
Yaitu suatu alat (tes) yang disusun untuk mengukur hasil-hasil pengajaran.
Tujuan utama penggunaan tes prestasi belajar adalah agar guru dapat membuat keputusan-keputusan seleksi dan klasifikasi serta menentukan keefektifan pengajaran.
Tes ini meliputi:
1). Tes diagnostik,yang dirancang agar guru dapat mengetahui letak kesulitan murid, terutama dalam berhitung dan membaca.
2). Tes prestasi belajar kelompok yang baku.
3). Tes prestasi belajar yang disusun guru.
B. Non-tes
Teknik non-tes merupakan prosedur mengumpulkan data untuk memahami pribadi siswa pada umumnya bersifat kualitatif.
Beberapa macam teknik non-tes diantaranya yaitu:
8. Observasi (pengamatan)
Yaitu teknik atau cara mengamati suatu keadaan atau suatu kegiatan (tingkah laku). Yang paling berperan disini adalah panca indra atau pengindraan terutama indra penglihatan, dan memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
- dilakukan sesuai dengan tujuan yang dirumuskan terlebih dahulu
- direncanakan secara sistematis
- hasilnya dicatat dan diolah sesuai tujuan
- perlu diperiksa ketelitiannya.
Teknik observasi ini dapat dikelompokan kedalam beberapa jenis yaitu:
a. Observasi sehari-hari
b. Observasi sistematis
c. Observasi partisipatif, disini pengamat ikut serta dalam kegiatan yang dilakukan oleh orang yang damati.
d. Observasi nonpartisifatif, disini pengamat tidak ikut serta dalam kegiatan yang dilakukan oleh orang yang diamati.
9. Catatan anekdot
Yaitu catatan otentik hasil observasi yang menggambarkan tingkah laku murid atau kejadian dalam situasi khusus, bisa menyangkut individu juga kelompok.
Dengan menggunakan catatan anekdot guru dapat:
- memperoleh pemahaman yang lebih tepat tentang perkembangan anak
- memperoleh pemahaman tentang sebab-sebab dari gejala tingkah laku murid
- memudahkan dalam menyesuaikan diri dengan murid.
Catatan anekdot yang baik memiliki syarat-syarat sebagai berikut:
a. Objektif
Untuk mempertahankan objektivitas dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut:
- catatan dibuat sendiri oleh guru
- pencatatan dilakukan segera setelah suatu kegiatan terjadi
- deskripsi dari suatu peristiwa dipisahkan dari tafsiran pencatatan sendiri
b. Deskriptif
Catatan suatu peristiwa mengenai murid hendaknya lengkap disertai latar belakang, percakapan dicatat secara langsung, dan kejadian-kejadian dicatat secara tersusun sesuai dengan kejadiannya.
c. Selektif
Situasi yang dicatat adalah situasi yang relevan dengan tujuan dan masalah yang sedang menjadi perhatian guru sesuai keadaan murid.
10. Wawancara
Wawancara merupakam teknik untuk mengumpulkan informasi melalui komunikasi langsung dengan responden atau orang ynag diminta informasi.
Kelebihan dan kekurangan wawancara
Kelebihannya yaitu:
- merupakan teknik yang paling tepat untuk mengungkap keadaan pribadi murid
- dapat dilakukan terhadap setiap tingkatan umur
- dapat dilaksanakan serempak dengan kegiatan observasi
- digunakan untuk pelengkap data yang dikumpulkan dengan teknik lain
Kekuranganya yaitu:
- tidak efisien, yaitu tidak dapat menghemat waktu
- sangat bergantung terhadap kesediaan kedua belah pihak
- menuntut penguasaan bahasa dari pihak pewawancara
11. Angket
Angket (kuesioner) merupakan alat pengumpul data melalui komunikasi tidak langsuang, yaitu melalui tulisan. Angket ini berisi daftar pertanyaan yang bertujuan untuk mengumpulkan keterangan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan responden.
Beberapa petunjuk untuk menyusun angket:
- gunakan kata-kata yang tidak mempunyai arti lengkap
- susun kalimat sederhana tapi jelas
- hindari kata-kata yang sulit dipahami
- pertanyaan jangan bersifat memaksa untuk dijawab
- hindarkan kata-kata yang negatif dan menyinggung perasaan responden.
12. Autobiografi
Yaitu sebuah karangan pribadi seseorang (siswa) yang murni hasil dirinya sendiri tanpa dimasuki pikiran dari orang lain, ini lebih menjurus tentang pengalaman hidup, cita-cita dan lain sebgainya.
Autobiografi bagi guru bertujuan untuk mengetahui keadaan murid yang berhubungan dengan minat, cita-cita, sikap terhadap keluarga, guru atau sekolah dan pengalaman hidupnya.
Autobiografi ini dalam pembuatannya dibagi kedalam dua jenis, yaitu karangan terstruktur dan tidak terstruktur.
a. Terstruktur
Karangan pribadi ini disusun berdasarkan tema (judul) yang telah ditentukan sebelumnya, seperti: cita-citaku, keluargaku, teman-temanku, masa kecilku dan sebagainya.
b. Tidak terstruktur
Di sini murid diminta membuat karangan pribadi secara bebas, dan tidak ditentukan kerangka karangan terlebih dahulu.
13. Sosiometri
Teknik ini bertujuan untuk memperoleh informasi dengan menghubungkan atau interasksi sosial diantara murid. Dengan sosiometri guru dapat mengetahui tentang:
- murid yang populer (banyak disenangi teman).
- murid yang terisolir (tidak dipilih/disukai teman).
- klik (kelompok kecil, 2-3 orang murid).
Sosiometri juga dapat digunakan untuk:
- memperbaiki hubungan insani diantara anggota-anggota kelompok tertentu
- menentukan kelompok kerja
- meneliti kemampuan memimpin seorang individu dalam kelompok tertentu untuk suatu kegiatan tertentu.
14. Studi kasus
Dalam melaksanakan studi kasus ini dapat ditempuh langkah-langkah :
a. Menemukan murid yang bermasalah, contih: prestasi belajarnya sangat rendah, nakal, sering bertengkar dan sering bolos.
b. Memperoleh data
Cara untuk memperoleh data:
1). Wawancara dengan guru lain
2). Home visit, yaitu kunjungan kerumah orang tua murid
3). Wawancara langsung dengan siswa yang bersangkutan
c. Menganalisis data
Berbagai faktor yang mungkin terjadi penyebab anak mengalami kelainan:
- kondisi keluarga yang tidak harmonis
- tingkat kecerdasan rendah
- motivasi belajar rendah
- sering sakit-sakitan
- kurang mengetahui konsep-konsep dasar atau pengetahuan tentang mata pelajaran tertentu
d. Memberikan layanan bantuan
Apabila berdasarkan analisis ternyata faktor penyebabnya itu kurang menguasai konsep-konsep dasar dalam mata pelajaran tertentu, maka caranya yaitu dengan mengajar kembali tentang konsep-konsep dasar mata pelajaran tertentu.
BAB III
PENUTUP
C. Kesimpulan
Teknik tes merupakan salah satu metode atau cara yng digunakan untuk mengukur atau mengetahui tingkat kemampuan dan kelemahan seseorang.
Teknik tes terbagi beberapa macam diantaranya:
a. Tes intelegensi
b. Tes bakat
c. Tes kepribadian
d. Tes hasil belajar
Selain itu untuk memahami perkembangan anak sebagai peserta didik digunakan Non-tes yang merupakan proses pengumpulan data untuk memahami pribadi pada umumnya bersifat kualitatif.
Macam-macam non-tes diantaranya:
a. Observasi
b. Wawancara
c. Catatan anekdot
d. Autobiografi
e. Sosiometri
f. Studi khusus
Teknik-teknik tersebut bertujuan untuk membantu memberi informasi kepada guru untuk mengetahui anak yang berbakat, kemampuan tinggi, kemampuan rendah, anak bermasalah dan sebagainya.
Untuk itu kita bisa mencoba melakukan teknik tes ataupun non-tes untuk mengetahui suatu informasi yang diperlikan.
D. Saran
Adapun beberapa saran yang dapat kami sampaikan yaitu :
1. Berikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan keinginannya.
2. Lakukanlah beberapa teknik tes atau non-tes yang bisa memecahkan masalah yang dihadapi siswa.
3. Lakukanlah secara kontinue/berkesinambungan untuk mengetahui keadaan siswa.
4. berikanlah bimbingan juga pengarahan tambahan atau lebih kepada siswa bila diperlukan.
DAFTAR FUSTAKA
Amti, Erman & Marjohan. 1992. Bimbingan dan Konseling. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Tim Dosen MK Bidang Kependidikan. 2006. Bimbingan di Sekolah Dasar. Bandung : Tim Dosen Bimbingan Konseling UPI

Menghargai Sumber Daya Bumi yang Bernilai

Planet kita menderita karena penghancuran besar-besaran di zaman ini, ketika pepohonan ditebang dan hutan-hutan pegunungan dimusnahkan tanpa pandang bulu. Banyak tempat-tempat indah rusak dan merosot jadi padang pasir. Padang-padang pasir baru bermunculan setiap tahun. Lihatlah statistiknya dan anda akan tahu. Akibat selanjutnya, iklim Bumi berubah secara drastis. Iklim menjadi aneh oleh adanya banyak angin topan dan gempa, serta perubahan suhu yang tajam. Suhu termometer meninggi di lokasi-lokasi yang lazimnya beriklim dingin dan menurun dahsyat di tempat-tempat beriklim hangat. Tubuh kita hampir tak kuasa menyesuaikan diri terhadap perubahan ini. Contohnya, kita boleh jadi terbiasa hidup di Hong Kong, yang cuacanya berubah sejuk pada bulan September dan Oktober, dan menjadi sangat dingin pada bulan November dan Desember. Tubuh kita sudah terbiasa oleh variasi tahunan ini, dan suatu perubahan mendadak membawa ketidaknyamanan jasmani. Kita bisa jadi sakit dan mendapat banyak gangguan.

Merawat Alam
Manusia memiliki daya penghancur yang amat besar. Mereka kurang peduli terhadap masyarakat atau masa datang, dan hanya memperhatikan keuntungan segera bagi diri sendiri. Oleh karena itu, cukup banyak sumber daya Bumi musnah, yang pada gilirannya memengaruhi ekonomi dunia. Apabila hujan deras tumpah ruah di tempat yang tidak diupayakan perlindungan bagi tanah dan airnya, tak akan ada pepohonan yang bisa menyerap hujan agar merembes ke tanah, dan air hujan itu nantinya dilepas perlahan bagaikan sungai. Akibatnya adalah bahaya banjir. Kalau terjadi banjir, banyak rumah hancur, tanaman terendam air, dan ekonomi global menderita. Banjir-banjir yang belakangan ini di Amerika Serikat telah menimbulkan kerugian miliaran dolar, dan Amerika Serikat masih belum pulih sama sekali dari malapetaka ini. Semua ini disebabkan oleh penghancuran lingkungan oleh umat manusia.
Kalau saja setiap kelompok, unit, dan individu bisa bersikap sebagaimana kelompok kita dan dengan kasih sayang merawat Alam seperti yang saya ajarkan, maka dunia kita akan berbeda. Kita mungkin berpikir bahwa hanya negara-negara komunis atau ekstremis saja yang melakukan perang yang menghancurkan planet kita dan membahayakan kehidupan manusia. Tetapi kenyataannya, mereka bukanlah satu-satunya; bahkan kelompok-kelompok kecil, unit-unit kecil, atau perorangan sekalipun bisa merusak Bumi ini. Mereka melakukannya sedikit demi sedikit setiap hari. Ini merupakan penghancuran kronis. Perang menyebabkan kerusakan satu kali, dan dampaknya lenyap dalam beberapa dekade. Manakala orang menyadari bahwa perang tidak membawa manfaat, mereka mengadakan genjatan senjata dan memulai upaya pembangunan serta pemugaran kembali. Namun, penghancuran kronis yang berlangsung setiap hari di seluruh dunia sulit dipugar. Ia menyebabkan kerusakan dan menciptakan risiko yang tidak kurang dari akibat perang.
Saya tidak mengajari anda hal-hal ini untuk mendapat uang. Sebagai contoh, kadang-kadang saya mengajar anda bagaimana memetik buah, memelihara pohon, dan menyemprot pohon yang tidak sehat. Pohon terkadang sakit. Ulat tumbuh di dalam dan menggerogotinya, membuat pohon tumbang. Oleh karenanya, anda harus merawat pohon-pohon itu ketika anda punya waktu. Mereka yang tahu caranya hendaklah mengajarkan kepada yang tidak tahu. Kerjalah bersama-sama. Setiap dari anda bisa memelihara beberapa pohon. Dan ketika berbuah, kita bisa memetiknya.

Membahayakan Bumi maupun Umat Manusia
Jika lingkungan alam rusak sedikit dan manusia menambahnya tanpa seorang pun mempedulikan Alam, planet Bumi kita pada suatu hari akan seperti Mars. Tahukah anda tentang Mars? Mengapa ia disebut Mars (sebutan bahasa Cina untuk Mars adalah “Planet Api”)? Itu karena di sana cuma ada api dan planetnya merah. Tiada kehidupan di sana, setidaknya di permukaannya. Walaupun, saya “dengar” ada kehidupan di bawah tanah. Semua ini karena planet tersebut menderita perusakan besar-besaran di masa silam, dan ada peperangan dengan makhluk-makhluk lain. Meskipun mereka berperang hanya karena tak ada pilihan lain, karmanya tetap tinggal. Mereka saling bunuh dengan bom kimia, yang membuat planet itu gersang. Selain itu manusia tak bisa hidup di situ karena kadar racun di atmosfer sekeliling masih tinggi. Atmosfer tak-beracun dari planet Bumi kita mengandung oksigen; karenanya, kita bisa hidup. Tetapi oksigen kita mungkin tidak murni, sehingga kita tak bisa hidup lama dan daya hidup kita lemah; kita tak bisa menikmati kehidupan yang lama. Di Mars, atau planet lain yang lebih berbahaya atau sudah aus, kondisi atmosfernya bahkan jauh lebih buruk. Diselimuti hanya oleh gas beracun dan tanpa oksigen, tidak memungkinkan adanya kehidupan yang bisa bertahan.
Kini, manusia di Bumi memiliki kekuatan penghancur yang amat besar dan telah menciptakan banyak sekali gas beracun. Hanya demi uang, orang tidak memikirkan masa depan, atau orang-orang di sekeliling mereka, bahkan tidak juga anak-anak mereka atau generasi mendatang. Itu sebabnya, udara di Bumi ini semakin beracun, dan orang menderita lebih banyak penyakit. Sangatlah sulit untuk menyembuhkan penyakit-penyakit mereka, sebab daya tahan mereka semakin lemah.

Memuliakan Karunia Tuhan
Pepohonan menghasilkan oksigen untuk memelihara keseimbangan dalam udara di lingkungan kita. Tanpa mereka, Bumi hanyalah punya banjir dan api; panas dan kering bagaikan padang pasir; atmosfer menjadi tidak seimbang. Keseimbangan terjadi karena pepohonan menyerap gas karbon dioksida untuk peredaran dan transformasi, serta mengeluarkan oksigen yang bermanfaat bagi tubuh kita. Jika kita sering melihat tumbuhan hijau, mata kita terasa santai, kita merasa enak, dan tubuh kita merasa nyaman. Itu sebabnya, pepohonan penting artinya bagi umat manusia. Bilamana kita mempedulikan mereka, kita juga memelihara diri kita sendiri. Ini tak ada hubungannya dengan uang.
Ini adalah pelestarian Alam secara simbolis. Kita tidak memuja Alam; kita melestarikannya. Kadang-kadang, kita harus memotong pohon untuk tujuan yang lebih baik atau untuk kebutuhan dasar. Tetapi bila kita tidak punya alasan untuk melakukannya, kita haruslah melestarikan mereka semua. Ini adalah tindakan simbolis. Kita tidak melakukannya demi uang, juga bukan karena saya cerewet dan menyusahkan kalian. Mungkin kalian pikir hal itu tak berguna, karena kalian bisa membeli banyak dengan beberapa dolar, tetapi maknanya berbeda. Semua orang mau membeli, tapi tak seorang pun mau menanam. Karena Tuhan telah mengaruniai kita Alam yang agung, kita harus memeliharanya untuk memperlihatkan bahwa kita memuliakan pemberian-Nya. Dan Ia akan memberi kita lebih banyak. Sebagai contoh, orangtua memberi uang kepada anaknya, dan anaknya mengelola dan menjalankan suatu usaha dengan baik. Begitu bisnisnya maju dan berkembang, orangtuanya semakin percaya dan dengan senang hati memberinya lebih banyak kekayaan. Dengan begitu, ia akan lebih makmur lagi. Sebaliknya, jika si anak menyia-nyiakan, memboroskan, atau menghilangkan uang, akankah orangtuanya memberi lebih banyak? Tentu saja tidak! Ini sangat sederhana dan logis.
Oleh sebab itu, bilamana kita memiliki sesuatu yang kita anggap baik, kita harus menghargainya, merawatnya, dan membuatnya lebih baik. Karena kita para praktisi spiritual memiliki kekuatan besar, kita menciptakan suatu dampak luar biasa yang lebih besar daripada hal serupa yang dikerjakan oleh yang bukan praktisi. Sebabnya karena kita mengerjakan dengan kasih sayang dan perhatian terpusat, yang sangat berlainan dengan cara orang luar melakukannya – tanpa perhatian atau demi uang. Dengan demikian kita memiliki kekuatan memengaruhi lebih besar, yang membawa manfaat lebih besar bagi dunia. Oleh karenanya, ingatlah kekuatan anda sendiri, ketika anda melakukan apa pun. Kalau tidak, para praktisi spiritual tidak berbeda dengan para non-praktisi. Lalu, mengapa anda harus berlatih spiritual dan melakukan begitu banyak upaya? Apakah anda merasa menjadi lebih baik bilamana anda pergi ke meditasi kelompok? Jika anda betul-betul tulus, anda akan merasa bertambah baik, dan anda akan mendapat kemajuan.

EKOLOGI

Ekologi adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara organisme dengan lingkungannya dan yang lainnya. Berasal dari kata Yunani oikos ("habitat") dan logos ("ilmu"). Ekologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari baik interaksi antar makhluk hidup maupun interaksi antara makhluk hidup dan lingkungannya. Dalam ekologi, kita mempelajari makhluk hidup sebagai kesatuan atau sistem dengan lingkungannya.
Pembahasan ekologi tidak lepas dari pembahasan ekosistem dengan berbagai komponen penyusunnya, yaitu faktor abiotik dan biotik. Faktor biotik antara lain suhu, air, kelembapan, cahaya, dan topografi, sedangkan faktor biotik adalah makhluk hidup yang terdiri dari manusia, hewan, tumbuhan, dan mikroba. Ekologi juga berhubungan erat dengan tingkatan-tingkatan organisasi makhluk hidup, yaitu populasi, komunitas, dan ekosistem yang saling mempengaruhi dan merupakan suatu sistem yang menunjukkan kesatuan.
Ekologi, biologi dan ilmu kehidupan lainnya saling melengkapi dengan zoologi dan botani yang menggambarkan hal bahwa ekologi mencoba memperkirakan, dan ekonomi energi yang menggambarkan kebanyakan rantai makanan manusia dan tingkat tropik.
Ekowilayah bumi dan riset perubahan iklim ialah dua wilayah di mana ekolog (orang yang mempelajari ekologi) kini berfokus. http://id.wikipedia.org/wiki/Ekologi

Selasa, 09 Juni 2009

Mendesain Media Pembelajaran Biologi

MUTU pendidikan di Indonesia masih sangat jauh dari harapan. Beragam permasalahan muncul dari berbagai sisi. Keadaan laboratorium yang belum lengkap, lingkungan sekolah yang tidak memadai, waktu dan cara belajar siswa yag tidak tepat, serta cara penyampaian materi oleh guru kurang sesuai, merupakan faktor yang menyebabkan prestasi biologi siswa SMA masih rendah.

Upaya untuk memperbaiki kualitas pendidikan sudah dan terus ditingkatkan, baik pembenahan kurikulum maupun kualitas tenaga pengajarnya. Peningkatan dan perbaikan fisik sekolah tidak akan berarti banyak apabila tenaga pengajar atau guru tidak dilibatkan dalam upaya ini. Guru dituntut untuk lebih aktif pada pemilihan materi, media dan juga metode yang sesuai dengan kebutuhan siswa.
Sesuai karakteristik dan tujuan mempelajari biologi tidak hanya menghafal terminologi dan konsep. Bukan menghafal langkah metode ilmiah, melainkan melakukan kegiatan proses belajar yang mampu memecahkan suatu persoalan.
Keberadaan fisik benda atau objek belajar biologi menjadi sangat vital dalam pembelajaran biologi. Ketiadaan objek benda yang ditemui secara langsung menuntut guru menggantinya dengan media lain yang sesuai. Media gambar/film/foto adalah sedikit contoh guru dalam mensiasati ketiadaan objek belajar yang konkrit. Media yang disediakan seringkali kurang pas dan kurang komunikatif sehingga siswa belum terpuaskan pengalaman belajarnya. Untuk itu perlu ada desain media interaktif yang membuat siswa ikut berpartisipasi da;am pembelajaran biologi.

Mengapa perlu desain
media interaktif
Proses belajar mengajar (PBM) akan menjalin proses komunikasi antara guru sebagai sumber pesan dengan siswa sebagai penerima pesan. Komunikasi akan lebih efektif apabila pengalaman pemberi pesan dan penerima pesan menjadi sama. Jika ini terjadi maka akan ada interaksi timbal balik antara guru dan siswa. Untuk itu perlu media belajar yang mempunyai kemampuan atau potensi yang dapat dimanfaatkan.
Ada beberapa kemampuan dan potensi media yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan peningkatan perbaikan PBM. Antara lain, membuat konsep abstrak menjadi konkrit; menampilkan objek berbahaya atau langka ke dalam situasi belajar; menampilkan objek yang tidak dapat diamati dengan mata telanjang; memperlihatkan gerakan yang terlalu cepat untuk di amati; mempersingkat perkembangan yang memakan waktu; memberikan keseragaman persepsi; memberi kesan perhatian individu dll.
Media yang efektif adalah media yang mampu mengkomunikasikan sesuatu yang ingin disampaikan oleh pemberi pesan kepada penerima pesan. Oleh karenanya dalam merancang PBM hendaknya memilih dan merancang pula media yang akan digunakan. Akan lebih menarik bila media bersifat interaktif sehingga siswa tidak hanya sebagai pendengar atau penonton, tetapi juga aktif terlibat.
Pemilihan jenis media perlu memperhatikan kejelasan dan tujuan serta keakraban penggunaan media bagi penggunanya. Aspek pertama berkaitan antara kemampuan yang ingin diperoleh siswa dengan kemampuan jenis media yang ada. Sementara aspek keakraban penggunaan media bagi penggunanya menekankan pengenalan sifat dan ciri media yang dipilih. Pengetahuan dalam pengenalan dan penggunaan suatu media perlu dipunyai oleh guru.
Guru dituntut untuk tidak gagap teknologi dan mampu menggunakan teknologi untuk mentransfer ilmunya. Kolabo-rasi guru biologi dengan teman sejawat guru lain yang berkompeten dalam teknologi informasi perlu diintensifkan.
Untuk itu dalam mendesain media perlu memperhatikan beberapa hal seperti, apakah materi itu penting dan berguna bagi siswa?; apakah dapat menarik minat siswa untuk belajar?; apakah ada keterkaitan langsung dan tidak langsung dengan tujuan yang hendak dicapai?. Kemudian apakah materi yang disajikan otentik dan mutakhir?; apakah isi dan presentasinya memenuhi standar? Dan apakah struktur materinya urut dan logis?.
Memperhatikan dengan cermat beberapa hal terkait desain media di atas maka perlu persiapan dalam mendesain melalui langkah-langkah sebagai berikut, pertama menentukan dulu pesan yang akan disampaikan. Pesan yang disampaikan tentu harus sesuai dengan maksud dan tujuan instruksional, artinya pesan yang ada bukan sekedar informasi basi, mati dan atau sekedar hiburan.
Kedua, menetapkan dan merancang media sebagai alat bantu mengajar (sebagai alat peraga). Media yang dibuat atau disajikan bukanlah mengganti peran dan fungsi guru akan tetapi sebaliknya digunakan dalam membantu kekurangan guru. Media tersebut justru menempatkan peran dan fungsi guru sebagai fasilitator.
Ketiga, menentukan media yang mendorong kegiatan belajar yang efektif. Penggunaan media komputer dengan segala fasilitasnya untuk masa sekarang menjadikan pembelajaran berlangsung secara cepat, tepat dan berguna. Berbagai fasilitas soft ware dapat dimanfaatkan untuk mendukung alat bantu pembelajaran seperti power point, program flash dan sebagainya. Keberadaan program ini membantu guru dalam menjelaskan materi-materi secara lebih jelas dan mengena.
Keempat, menentukan media yang sesuai dengan strategi yang dipilih. Setiap strategi memiliki kelebihan dan kekurangan ma-sing-masing. Media pembelajaran sebagai alat bantu akan menutup kekurangan strategi yang tepat.
Keberhasilan suatu PBM sering kali diukur dengan nilai yang diraih di akhir kegiatan. Penggunanan media seringkali dipaksakan dan diada-adakan. Namun perlu diingat bahwa pemilihan dan penggunaan media yang kurang baik justru mengganggu dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Dengan demikian perlu pertimbangan secara cermat dalam merancang, memilih dan menggunakan media yang ada. Jangan sampai untuk mengejar PBM yang menarik justru hasil yang didapat tidak memuaskan. Selamat mencoba! (*/ton)

konsep pendidikan berbasis masyarakat

Konsep Pendidikan Berbasis Masyarakat (PBM)
Konsep PBM adalah: dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat (Sihombing, U., 2001). Dari konsep di atas dapat dinyatakan bahwa PBM adalah pendidikan yang dikelola oleh masyarakat dengan memanfaatkan fasilitas yang ada di masyarakat dan menekankan pentingnya partisipasi masyarakat pada setiap kegiatan belajar serta bertujuan untuk menjawab kebutuhan masyarakat. Konsep dan praktek PBM tersebut adalah untuk mewujudkan masyarakat yang cerdas, terampil, mandiri dan memiliki daya saing dengan melakukan program belajar yang sesuai kebutuhan masyarakat.
Dengan demikian tenaga pendidikan (pihak-pihak terkait) harus melakukan akuntabilitas (pertanggungjawaban) kepada masyarakat. Menurut Sagala, S., 2004 akuntabilitas dapat mengembangkan persatuan bangsa serta menjawab kebutuhan akan pendidikan bagi masyarakat. Pengembangan akuntabilitas terhadap masyarakat akan menumbuhkan inovasi dan otonomi dan menjadikan pendidikan berbasis pada masyarakat (community based education).
Untuk mewujudkan output pendidikan yang sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat dibutuhkan pendidikan yang bermutu. Apabila kita lihat mutu pendidikan di negara kita saat ini masih menghadapi beberapa problematika. Beberapa problem mengenai mutu pendidikan kita seperti yang diungkapkan DR. Arief Rahman dalam Mukhlishah, 2002 adalah:
- Pembiasaaan atau penyimpangan arah pendidikan dari tujuan pokoknya
- Malproses dan penyempitan simplikatif lingkup proses pendidikan menjadi sebatas pengajaran.
- Pergeseran fokus pengukuran hasil pembelajaran yang lebih diarahkan pada aspek-aspek intelektual atau derajat kecerdasan nalar.
Sedangkan menurut Surya, M., 2002 salah satu problematika pendidikan di Indonesia adalah keterbatasan anggaran dan sarana pendidikan, sehingga kinerja pendidikan tidak berjalan dengan optimal.
Persoalan tersebut menjadi lebih komplek jika kita kaitkan dengan penumpukan lulusan karena tidak terserap oleh masyarakat atau dunia kerja karena rendahnya kompetensi mereka. Mutu dan hasil pendidikan tidak memenuhui harapan dan kebutuhan masyarakat atau mempunyai daya saing yang rendah.
Indikator yang menunjukkkan rendahnya mutu hasil pendidikan kita adalah kepekaan sosial alumni sistem pendidikan terhadap persoalan masyarakat yang seharusnya menjadi konsen utama mereka, seperti:
- Alumni kedokteran tidak menunjukkan kepekaan sosial terhadap maraknya wabah demam berdarah, sehingga lonjakan wabah tersebut di beberapa daerah harus dibarengi dengan ironi kekurangan tenaga medik dan paramedik, sehingga terjadilah kisah tragis Indah di Indramayu.
- Kesulitan untuk mencari guru mengaji di sebagian besar masjid-masjid kota pontianak dan Kab./Kota lainnya di Propinsi kalimantan Barat merupakan hal yang sulit kita pahami, mengingat STAIN Pontianak hingga saat ini telah meluluskan banyak alumni.
- Sangat ironis terjadi bagi masyarakat Kalimantan Barat jika harus kekurangan tenaga dan ahli pertanian sehingga banyak areal pertanian terbengkalai atau salah urus, mengingat Untan dan IPB meluluskan ratusan sarjana pertanian setiap tahunnya.
Kisah-kisah ironis tersebut menggambarkan secara jelas bahwa kompetensi moral dan kompetensi sosial SDM keluaran sistem pendidikan kita sangat tidak compatible dengan tuntutan dunia kerja di dalam masyarakatnya. Sistem pendidikan tidak menjadikan masyarakat sebagai dasar prosesualnya dan tidak berakar pada sosial budaya yang ada. Pendidikan berjalan di luar alam sosial budaya masyarakatnya, sehingga segala yang ditanamkan (dilatensikan) melalui proses pendidikan merupakan hal-hal yang tidak bersentuhan dengan persoalan kehidupan nyata yang dihadapi masyarakat tersebut.
Implikasinya adalah terputus mata rantai budaya sosial antara satu generasi dengan generasi berikutnya. Generasi yang lebih muda menjadi tidak mampu mewarisi dan mengembangkan bangunan budaya sosial yang dikonstruksi oleh generasi pendahulunya, bahkan tidak mampu mengapresiasi dan seringkali berperilaku yang cenderung berakibat mengenyahkannya. Generasi seperti ini cenderung hanya mampu melihat kekurangan-kekurangan pendahulunya, tanpa menawarkan jalan keluar dan penyelesaiannya. Kisah yang sangat biasa bagi orang pribumi yang kaya raya dari hasil usaha dan bisnisnya, anak mereka menghancurkan perusahaan dan menghabiskan kekayaan untuk berfoya-foya. Hal seperti ini tidak terjadi pada tradisi etnis tionghoa, dimana yang kaya akan menjadi lebih kaya karena putra-putrinya dipersiapkan untuk menjadi pewaris yang mampu mengembangkan bisnis yang dirintis oleh kedua orang tuanya. Misalnya dengan membiasakan anaknya magang di setiap outlet orang tua dan memperoleh perlakuan seperti layaknya pegawai, dengan demikian mereka mempunyai akselerasi belajar yang jauh lebih tinggi karena segala pelajaran yang diperoleh di sekolah memperoleh penguatan melalui aktivitas praktis yang dijalaninya.
Sementara itu kita juga tengah menghadapi era globalisasi yang ditandai dengan disepakatinya kawasan perdagangan bebas. Sejak 1 Januari 2003 secara Internasional dimulai AFTA (Asean Free Trade Area) dan AFLA (Asean Free Labour Area). Akibatnya terjadi perubahan pada berbagai bidang kehidupan, baik politik, sosial, budaya, pertahanan keamanan, demografi, Sumber Daya Alam, dan geografi yang akan berpengaruh pada skala global, regional dan nasional. Secara global dapat dilihat dengan adanya terorisme, runtuhnya tembok Berlin, narkoba. Secara regional dapat dilihat dengan maraknya narkoba, terorisme, TKI, sipida ligitan. Secara Nasional dapat kita lihat dengan banyaknya pengangguran, kemiskinan, narkoba, pariwisata, dan demokrasi. Dengan demikian pendidikan harus secara akif berperan mengatasi dampak negatif dari era globalisasi dan mempersiapkan Sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang mampu bersaing dengan SDM dari negara lain.
Terobosan yang dilakukan oleh pemerintah adalah dengan mencanangkan Kurikulum 2004 (Kurikulum Berbasis Kompetensi / KBK). Dengan kurikulum ini materi pelajaran ditentukan oleh sekolah berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar. Pusat hanya menetapkan materi pokok (esensial). Target guru tidak untuk menyampaikan semua materi pelajaran tetapi memberikan pengalaman belajar untuk mencapai kompetensi dan berfokus pada aspek kognitif, psikomotor dan afektif (Sudjatmiko dan Nurlaili, L., 2004). Oleh karena itu dengan melaksanakan KBK secara optimal diharapkan output pendidikan dapat sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat sebagai akuntabilitas pendidikan kepada masyarakat sesuai dengan konsep PBM.
Sejalan dengan dicanangkannya KBK, pemerintah juga melakukan pembaharuan manajemen sekolah dengan mengeluarkan kebijakan agar sekolah menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). MBS adalah model manajemen yang memberikan keleluasaan / kewenangan kepada sekolah untuk mengelola sekolahnya sendiri dengan meningkatkan keterlibatan warga sekolah dan masyarakat dalam upaya perbaikan kinerja sekolah dengan tetap memperhatikan standar pendidikan nasional (Irawan, A., 2004). MBS merupakan salah satu pendidikan berbasis masyarakat yang dilaksanakan dalam pendidikan formal.
Pendidikan kita selama ini memandang sekolah sebagai tempat untuk menyerahkan anak didik sepenuhnya. Sekolah dianggap sebagai tempat segala ilmu pengetahuan dan diajarkan kepada anak didik. Cara pandang ini sangat keliru mengingat sistem pendidikan juga harus dikembangkan di keluarga. Sekolah hanyalah sebagai instrumen untuk memperluas cakupan dan memperdalam intensitas penanaman cita-cita sosial budaya yang tidak mungkin lagi dikembangkan melalui mekanisme keluarga (Mukhlishah, 2002).
Memulai kembali menata pendidikan dengan mempertahankan fungsi keluarga dan masyarakat sebagau basis pendidikan di sekolah bukan lagi ide untuk masa depan tetapi menjadi tuntutan yang sangat mendesak. Upaya ini akan menjadi cara untuk mengembalikan sistem pendidikan kita kepada hakekat pendidikan yang sesungguhnya. Pendidikan yang hakiki adalah suatu langkah prosedural yang bertujuan untuk melatenkan kemampuan sosial budaya berupa program-program kolektif alam pikir, alam rasa, dan tradisi tindak manusia ke dalam pribadi dan kelompok manusia muda agar mereka siap menghadapi segala kemungkinan yang timbul di masa datang.
Karena itu diperlukan partisipasi semua elemen (stakeholder) terutama orang tua dan masyarakat. Untuk mengoptimalkan peran masyarakat dalam peningkatan mutu pendidikan perlu dikembangkan model pendidikan berbasis masyarakat, di mana proses pendidikan tidak terlepas dari masyarakat dan menjadikan masyarakat sebagai basis keseluruhan kegiatan pendidikan. Semua potensi yang ada di masyarakat apabila dapat diberdayakan secara sistemik, sinergik dan simbiotik, melalui proses yang konsepsional, dapat dijadikan sebagai upaya yang strategis dalam meningkatkan mutu pendidikan nasional. Menurut Darwin rahardjo dalam Surya, M., 2002 masyarakat modern mempunyai tiga sektor yang saling berinteraksi yaitu sektor pemerintah, dunia usaha dan sektor sukarela (LSM). Ketiga sektor masyarakat tersebut harus mempunyai posisi tawar menawar dan kemandirian sehingga menghasilkan kerjasama yang sinergik dan simbiotik dalam mencapai tujuan bersama. Hal tersebut dapat dijadikan kerangka berfikir dalam upaya memberdayakan masyarakat dalam satu gugus sekolah untuk meningkatkan mutu pendidikan.